Jumat, 21 April 2017

DALIL SUPER LENGKAP TAHLILAN

TAHLILAN HUKUMNYA SUNNAH

Sebelumnya kita menjawabnya, lebih dahulu akan kita jelaskan dulu tentang pembagian SUNNAH agar sama sama mengerti sunnah itu bagaimana.

Sunnah dasarnya  terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya:

1. SUNNAH FI'LIYYAH
2. SUNNAH QOULIYYAH
3. SUNNAH TAQRIRIYYAH

Penjelasan:

1. SUNNAH FI'LIYYAH

adalah seluruh perkara yg pernah dikerjakan atau dilakukan oleh Rasulullah

2. SUNNAH QOULIYYAH

adalah sesuatu yg disabdakan oleh Kanjeng Nabi SAW, walaupun blm ditemukan satu riwayat bahwa Rasulullah pernah melakukannya.

3. SUNNAH TAQRIRIYYAH

adalah segala sesuatu yg dilakukan oleh para Sahabat, Dan Rasulullah mendiamkannya sebagai tanda setuju.

PERTANYAAN :

Apakah Tahlilan termasuk dlm kategori SUNNAH
QOULIYYAH...??

JAWABANNYA :  IYA

Hal ini berdasarkan pada Sabda Kanjeng Nabi SAW yg diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA:

ﻭَﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﻧَّﻪُ ﻗَﺎﻝَ: ﺗَﺼَﺪَّﻗُﻮْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍَﻧْﻔُﺴِﻜُﻢْ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺍَﻣْﻮَﺍﺗِﻜُﻢْ ﻭَﻟَﻮْﺑِﺸُﺮْﺑَﺔِ ﻣَﺎﺀٍ ﻓَﺎِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻘْﺪِﺭُﻭْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺫَﺍﻟِﻚَ ﻓَﺒِﺄَﻳَﺔٍ ﻣِﻦْ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻓَﺎِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮْﺍ ﺷَﻴْﺌًﺎﻣِﻨَﺎْﻟﻘُﺮْﺁﻥِ ﻓَﺎﺩْﻋُﻮْﺍ ﻟَﻬُﻢْ ﺑِﺎﻟْﻤَﻐْﻔِﺮَﺓِﻭَﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﺔِ ﻓَﺎِﻥَّ ﺍﻟﻠﻬَﻮَﻋَﺪَﻛُﻢُ ﺍْﻻِﺟَﺎﺏَ


Bershodaqahlah atas diri kalian dan atas orang orang yg meninggal dunia dari kalian walaupun hanya dgn sepenuh air. Apabila kalian tak mampu mengadakan yg demikian itu maka bershodaqohlah dgn ayat-ayat Al-Qur'an.

Apabila kalian tidak mengetahuinya dari ayat-ayat Al-Qur'an maka doakanlah dgn memintakan ampun serta memintakan rahmat Allah swt. Maka sungguh Allah mengabulkan doa kalian.
(HR. Ad Darimi, An Nasa'i dari Ibnu Abbas.).

DALIL WAKTU TERTENTU.

Dalil yang digunakan hujjah dalam masalah ini yaitu
sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Hawi li-Al- Fatawi li as-syuyuti, Juz II, hlm 183

ﻗَﺎﻝَ ﻃَﺎﻭُﺱِ: ﺍِﻥَّ ﺍْﻟﻤَﻮْﺗَﻰ ﻳُﻔْﺘَﻨُﻮْﻥَ ﻓِﻰْ ﻗُﺒُﻮْﺭِﻫِﻢْ ﺳَْﻌًﺎ ﻓَﻜَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳُﺴْﺘَﺤَﺒُّﻮْﻥَ ﺃَﻥْ ﻳُﻄْﻌِﻤُﻮْﺍﻋَﻨْﻬُﻢْ ﺗِﻠْﻚَﺍْﻻَﻳَّﺎﻡِ - ﺍِﻟَﻰ ﺍَﻥْ ﻗَﺎﻝَ -ﻋَﻦْ ﻋُﺒَﻴْﺪِ ﺑْﻦِ ﻋُﻤَﻴْﺮِ ﻗَﺎﻝَ: ﻳُﻔْﺘَﻦُ ﺭَﺟُﻠَﺎﻥِ ﻣُﺆْﻣِﻦٍ ﻭَﻣُﻨَﺎﻓِﻖٍ ﻓَﺄَﻣَّﺎ ﺍْﻟﻤُﺆْﻣِﻦُﻓَﻴُﻔْﺘَﻦُ ﺳَﺒْﻌًﺎ ﻭَﺍَﻣَّﺎ ﺍﻟْﻤُﻨَﺎﻓِﻖُ ﻳُﻔْﺘَﻦُ ﺍَﺭْﺑَﻌِﻴْﻦَ ﺻَﺒَﺎﺣًﺎ

Imam Thawus berkata : seorang yang mati akan beroleh ujian dari Allah dalam kuburnya selama tujuh hari. Untuk itu, sebaiknya mereka (yang masih hidup)
mengadakan sebuah jamuan makan (sedekah) untuknya selama hari-hari tersebut. Sampai kata-kata: dari sahabat Ubaid Ibn Umair, dia berkata:

seorang mu’min dan seorang munafiq sama-sama akan mengalami ujian dalam kubur. Bagi seorang mu’min akan beroleh ujian selama 7 hari, sedang seorang munafik selama 40 hari diwaktu pagi.

Dalil diatas adalah sebuah atsar yang menurut Imam As- Syuyuty derajatnya sama dengan hadis marfu’ Mursal maka dapat dijadikan hujjah.

makna penjelasannya:

ﺍِﻥَّ ﺃَﺛَﺮَ ﻃَﺎﻭُﺱَ ﺣُﻜْﻤُﻪُ ﺣُﻜْﻢُ ﺍْﻟﺤَﺪِﻳْﺚِ ﺍﻟْﻤَﺮْﻓُﻮْﻉِ ﺍْﻟﻤُﺮْﺳَﻞِ ﻭَﺍِﺳْﻨَﺎﺩُﻩُ ﺍِﻟَﻰ ﺍﻟﺘَّﺎﺑِﻌِﻰ ﺻَﺤِﻴْﺤٌﻜَﺎﻥَﺣُﺠَّﺔً ﻋِﻨْﺪَ ﺍْﻻَﺋِﻤَّﺔِ ﺍﻟﺜَّﻠَﺎﺛَﺔِ ﺍَﺑِﻲ ﺣَﻨِﻴْﻔَﺔَ ﻭَﻣَﺎﻟِﻚٍ ﻭَﺍَﺣْﻤَﺪَ ﻣُﻄْﻠَﻘًﺎ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺷَﺮْﻁٍ ﻭَﺍَﻣَّﺎ ﻋِﻨْﺪَﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻲ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻓَﺎِﻧَّﻬُﻴَﺤْﺘَﺞُ ﺑِﺎْﻟﻤُﺮْﺳَﻞِ ﺍِﺫَﺍ ﺍﻋْﺘَﻀَﺪَ ﺑِﺎَﺣَﺪِ ﺃُﻣُﻮْﺭٍ ﻣُﻘَﺮَّﺭَﺓٍ ﻓِﻰ ﻣَﺤَﻠِﻬَﺎ
ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻣَﺠِﻴْﺊِ ﺁﺧَﺮَ ﺍَﻭْ ﺻَﺤَﺎﺑِﻲِّ ﻳُﻮَﺍﻓِﻘُﻪُ ﻭَﺍﻟْﺎِﻋْﺘِﻀَﺎﺩِ ﻫَﻬُﻨَﺎ ﻣَﻮْﺟُﻮْﺩٌ ﻓَﺎِﻧَّﻪُ ﺭُﻭِﻱَ ﻣِﺜْﻠُﻪُ ﻋَﻦْ ﻣُﺠَﺎﻫْﺪِﻭَﻉَْ ﻋُﺒَﻴْﺪِ ﺑْﻦِ ﻋُﻤَﻴْﺮِ ﻭَﻫُﻤَﺎ ﺗَﺎﺑِﻌِﻴَﺎﻥِ ﺍِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻋُﺒَﻴْﺪٌ ﺻَﺤَﺎﺑِﻴًﺎ

Jika sudah jadi keputusan, atsar (amal sahabat Thawus) diatas hukumnya sama dengan hadist Marfu’ Mursal dan sanadnya sampai pada tabi’in itu shahih dan telah dijadikan hujjah yang mutlak(tanpa syarat) bagi tiga Imam (Maliki, Hanafi, Hambali).

Untuk Imam as-Syafi’i ia
mau berhujjah dengan hadit mursal jika dibantu atau dilengkapi dengan salah satu ketetapan yang terkait
dengannya, seperti adanya hadis yang lain atau kesepakatan Shahabat.

Dan, kelengkapan yang
dikehendaki Imam as-Syafi’i itu ada, yaitu hadis serupa riwayat dari Mujahid dan dari ubaid bin Umair yang keduanya dari golongan tabi’in, meski mereka berdua bukan sahabat.

Lebih jauh, Imam al-Syuyuti menilai hal tersebut merupakan perbuatan sunah yang telah dilakukan secara turun temurun sejak masa sahabat.

Kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku hingga sekarang (zaman imam as-Syuyuti, abad x Hijriyah) di mekah dan Madinah. Yang jelas, kebiasaan itu tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi Muhammad SAW sampai sekarang ini, dan tradisi itu diambil dari Ulama Salaf sejak generasi pertama (masa Sahabat Nabi Muhammad SAW).”


Selanjutnya dalam Hujjah Ahlussunnh Wal jama’ah, juz 1 hlm. 37 dikatakan:

ﻗَﻮْﻟُﻪُ - ﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳُﺴْﺘَﺤَﺒُّﻮْﻥَ - ﻣِﻦْ ﺑَﺎﺏِ ﻗَﻮْﻝِ ﺍﻟﺘَّﺎﺑِﻌِﻲﻛَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳَﻔْﻌَﻠُﻮْﻥَ - ﻭَﻓِﻴْﻪِ ﻗَﻮْﻟَﺎﻥِ ﻟِﺎَﻫْﻞِ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳْﺚِﻭَﺍْﻻُﺻُﻮْﻝِ ﺃَﺣَﺪُﻫُﻤَﺎ ﺍَﻧَّﻪُ ﺍَﻳْﻀًﺎ ﻣِﻦْ ﺑَﺎﺏِ ﺍْﻟﻤَﺮْﻓُﻮْﻉِ ﻭَﺃَﻥَّ ﻣَﻌْﻨَﺎﻩُ: ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻳَﻔْﻌَﻠُﻮْﻥَ ﻓِﻯﻌَﻬْﺪِﺍﻟﻨَّﺒِﻲ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻭَﻳَﻌْﻠَﻢُ ﺑِﻪِ ﻭَﻳُﻘِﺮُّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ


(Kata-kata Imam thawus),
pada bab tentang kata-kata Tabi’in, mereka melaksanakannya.

Dalam hal ini ada dua pendapat: pendapat ahli Hadis dan Ahli Ushul yang salah satunya termasuk hadits Marfu’ maksudnya orang-orang dizaman Nabi melaksanakan hal itu, Nabi sendiri tahu dan
menyetujuinya.

Dalam kitab Nihayah al-Zain, Juz I, halaman 281 juga disebutkan:

ﻭَﺍﻟﺘَّﺼَﺪُّﻕُ ﻋَﻦِ ﺍْﻟﻤَﻴِّﺖِ ﺑِﻮَﺟْﻪٍ ﺷَﺮْﻋِﻲٍّ ﻣَﻄْﻠُﻮْﺏٌ ﻭَﻟَﺎ ﻳُﺘَﻘَﻴَّﺪُ ﺑِﻜَﻮْﻧِﻪِ ﻓِﻲْ ﺳَﺒْﻌَﺔِ ﺍَﻳَّﺎﻡٍ ﺍَﻭْ ﺍَﻛْﺜَﺮَ ﺍَﻭْﺍَﻗَﻞَّ ﻭَﺗَﻘْﻴِﻴْﺪُﻩُ ﺑِﺒَﻌْﺾِ ﺍْﻻَﻳَّﺎﻡِ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻌَﻮَﺍﺋِﺪِ ﻓَﻘَﻂْ ﻛَﻤَﺎ ﺍَﻓْﺘَﻰ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﺍﻟﺴَّﻴِّﺪِ ﺍَﺣْﻤَﺪﺀ ﺩَﺣْﻠَﺎﻥِ ﻭَﻗَﺪْﺟَﺮَﺕْ ﻋَﺎﺩَﺓُ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺑِﺎﻟﺘَّﺼَﺪُّﻕِ ﻋَﻦِ ﺍْﻟﻤَﻴِّﺖِ ﻓِﻲ ﺛَﺎﻟِﺚٍ ﻣِﻦْ ﻣَﻮْﺗِﻪِ ﻭَﻓِﻲ ﺳَﺎﺑِﻊٍ ﻭَﻓِﻲْ ﺗَﻤَﺎﻡِﺍْﻟﻌِﺸْﺮِﻳْﻦَ ﻭَﻓِﻲ ﺍْﻻَﺭْﺑَﻌِﻴْﻦَ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟِﻤﺄَﺓِ ﻭَﺑِﺬَﻟِﻚَ ﻳُﻔْﻌَﻞُ ﻛُﻞَّ ﺳَﻨَﺔٍ ﺣَﻮْﻟًﺎ ﻓِﻲ ﺍْﻟﻤَﻮْﺕِ ﻛَﻤَﺎﺍَﻓَﺎﺩَﻫُﺸَﻴْﺨَﻨَﺎ ﻳُﻮْﺳُﻒُ ﺍﻟﺴُﻨْﺒُﻠَﺎﻭِﻳْﻨِﻲْ

Di anjurkan oleh syara’ shodaqoh bagi mayit, dan shodaqoh itu tidak di tentukan pada hari ke tujuh sebelumnya maupun sesudahnya. sesungguhnya pelaksanaan shodaqoh pada hari-hari tertentu itu cuma sebagai kebiasaan (adat) saja, sebagaimana fatwa Sayyid Zaini Akhmad Dahlan yang mengatakan ”Sungguh telah berlaku dimasyarakat adanya kebiasaan bersedekah untuk mayit pada hari ketiga dari kematian, hari ketujuh, dua puluh, dan ketika genap empat puluh hari serta seratus hari. Setelah itu
dilakukan setiap tahun pada hari kematiannya.

Sebagaimana disampaikan oleh Syaikh Yusuf Al-Sumbulawini.

Adapun istilah 7 “tujuh hari” dalam acara tahlil bagi orang yang sudah meninggal, hal ini sesuai dengan amal yang dicontohkan sahabat Nabi SAW.

Imam Ahmad bin Hanbal RA berkata dalam kitab Al-Zuhd, sebagaimana yang dikutip oleh Imam Suyuthi dalam kitab Al-Hawili Al-Fatawi:

ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻫَﺎﺷِﻢُ ﺑْﻦُ ﺍْﻟﻘَﺎﺳِﻢِ ﻗَﺎﻝَ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺍْﻷَﺷْﺠَﻌِﻲُّ ﻋَﻦْ ﺳُﻔْﻴَﺎﻥَ ﻗَﺎﻝَ: ﻗَﺎﻝَ ﻃَﺎﻭُﺱُ : ﺇِﻥَّ ﺍْﻟﻤَﻮْﺕَﻳُﻔْﺘَﻨُﻮْﻥَ ﻓِﻲ ﻗُﺒُﻮْﺭِﻫِﻢْ ﺳَﺒْﻌًﺎ ﻓَﻜَﺎﻧُﻮْﺍ ﻳَﺴْﺘَﺤِﺒُّﻮْﻥَ ﺃَﻥْ ﻳُﻄْﻌِﻤُﻮْﺍﻋَﻨْﻬُﻢْ ﺗِﻠْﻚَ ﺍْﻷَﻳَّﺎﻡِ ‏(ﺍﻟﺤﺎﻭﻱﻟﻠﻔﺘﺎﻭﻱ , ﺝ: ۲ ,ﺹ: ۱۷۸ )

“Hasyim bin Al-Qasim meriwayatkan kepada kami, ia
berkata, “Al-Asyja’i meriwayatkan kepada kami dari
Sufyan, ia berkata, “Imam Thawus berkata, “Orang yang meninggal dunia diuji selama tujuh hari di dalam kubur mereka, maka kemudian para kalangan salaf mensunnahkan bersedekah makanan untuk orang yang meninggal dunia selama tujuh hari itu” (Al-Hawi li Al- Fatawi, juz II, hal 178)

Imam Al-Suyuthi berkata:

ﺃَﻥَّ ﺳُﻨَّﺔَ ﺍْﻹِﻃْﻌَﺎﻡِ ﺳَﺒْﻌَﺔَ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﺑَﻠَﻐَﻨِﻲ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﻣُﺴْﺘَﻤِﺮَّﺓٌ ﺇِﻟَﻰ ﺍﺀﻵﻥَ ﺑِﻤَﻜَّﺔَ ﻭَﺍْﻟﻤَﺪِﻳْﻨَﺔَ ﻓَﺎﻟﻈَّﺎﻫِﺮُ ﺃَﻧَّﻬَﺎﻟﻢَ ْﻙُﺮْﺘَﺗْ ﻣِﻦْ ﻋَﻬْﺪِ ﺍﻟﺼَّﺤَﺎﺑَﺔِ ﺇِﻟَﻰ ﺍْﻵﻥَ ﻭَﺃَﻧَّﻬُﻢْ ﺃَﺧَﺬُﻭْﻫَﺎ ﺧَﻠَﻔًﺎ ﻋَﻦْ ﺳَﻠَﻒٍ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺼَّﺪْﺭِ ﺍْﻷَﻭَّﻝِ‏( ﺍﻟﺤﺎﻭﻱ ﻟﻠﻔﺘﺎﻭﻱ , ﺝ: ۲ ,ﺹ: ۱۹۴ )

“Kebiasaan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan kebiasaan yang tetap berlaku hingga sekarang (zaman imam Suyuthi, sekitar abad IX Hijriah) di Makkah dan Madinah. Yang jelas, kebiasaan itu tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi SAW sampai sekarang ini, dan tradisi itu diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama (masa sahabat SAW)” (Al-Hawi li Al-Fatawi,juz II, hal 194).

Nah dari beberapa dalil diatas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan masyarakat tentang penentuan hari dalam peringatan kematian itu dapat dibenarkan secara syara’.

Jadi Tidak benar jika golongan berbau islam,mengaku manhaj salaf berdasarkan pemahaman salafus sholeh tetapi menentang pemahaman salaf bahkan MERUJUK kitab HINDU,menuduh itu ajaran hindu.

Jk demikian mereka ini GURUNYA RABI RABI hindu..bukan ikut paham salaf.
Bohong besr jk mengaku ahlu sunnah,tetapi paham ulama salaf mereka tolak.

DALIL MEMBACA YASIN

Surat Yasin merupakan surat yang ke 36 yang terdiri dari 83 ayat dalam al-Quran. Sebagaimana dalam surat lain yang memiliki keutamaan dalam sabda-sabda Rasulullah Saw, surat Yasin juga sering dianjurkan untuk dibaca oleh Rasulullah. Riwayat hadis tentang keutamaan membaca Yasin sebagiannya adalah sahih, ada pula yang hasan, dlaif dan maudlu' (palsu).

Golongan yg mengaku AHLI SUNNAH anti tahlil semangat menyuarakan mengungkap hadis-hadis palsu dan dlaif dari surat Yasin.

Padahal hakekatnya mereka
juga tahu bahwa dalam fadilah Yasin juga banyak riwayat sahihnya. Diantaranya adalah sebagai berikut:

ﻋَﻦْ ﺍَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠﻴْﻪِ ﻭﺳَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ﻳﺲ ﻓِﻰ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ ﺍِﺑْﺘِﻐَﺎﺀَ ﻭَﺟْﻪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻏُﻔِﺮَ ﻟَﻪُ ‏( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻰ ﻓﻰ ﺷﻌﺐ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ﺭﻗﻢ 2464 ﻭﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﻳﻀًﺎ ﺍﻟﻄﺒﺮﺍﻧﻰ ﻓﻰ ﺍﻷﻭﺳﻂ ﺭﻗﻢ 3509 ﻭﺍﻟﺪﺍﺭﻣﻰ ﺭﻗﻢ3417 ﻭﺃﺑﻮ ﻧﻌﻴﻢ ﻓﻰ ﺍﻟﺤﻠﻴﺔ 2/159 ﻭﺍﻟﺨﻄﻴﺐ ﺍﻟﺒﻐﺪﺍﺩﻱ 10/257 ﻭﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ ﻋﻦ ﺟﻨﺪﺏ ﺍﻟﺒﺠﻠﻰ ﺭﻗﻢ 2574‏)

"Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa membaca Surat Yasin di malam hari seraya mengharap rida Allah,maka ia diampuni" (HR al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman No 2464, al-Thabrani dalam al-Ausath No 3509, al-Darimi No 3417, Abu Nuaim dalam al-Hilyat II/159, Khatib al-Baghdadi X/257 dan Ibnu Hibban No 2574)

Hadis ini diklaim oleh banyak pihak sebagai hadis palsu, khususnya dibesarkan-besarkan oleh kelompok yang anti tahlil.

Untuk membantahnya kami paparkan ke hadapan mereka pendapat ulama dari kalangan mereka sendiri dan sekaligus dikagumi oleh mereka, yaitu Muhammad bin Ali al-Syaukani. Ia berkata:

ﺣَﺪِﻳْﺚُ ﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ﻳﺲ ﺍِﺑْﺘِﻐَﺎﺀَ ﻭَﺟْﻪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻏُﻔِﺮَ ﻟَﻪُ ﺭَﻭَﺍﻩُ ﺍﻟْﺒَﻴْﻬَﻘِﻲ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻣَﺮْﻓُﻮْﻋًﺎ ﻭَﺇِﺳْﻨَﺎﺩُﻩُ ﻋَﻠَﻰ ﺷَﺮْﻁِ ﺍﻟﺼَّﺤِﻴْﺢِ ﻭَﺃَﺧْﺮَﺟَﻪُ ﺃَﺑُﻮْ ﻧُﻌَﻴْﻢٍ ﻭَﺃَﺧْﺮَﺟَﻪُ ﺍﻟْﺨَﻄِﻴْﺐُ ﻓَﻼَ ﻭَﺟْﻪَ ﻟِﺬِﻛْﺮِﻩِ ﻓِﻲ ﻛُﺘُﺐِ ﺍﻟْﻤَﻮْﺿُﻮْﻋَﺎﺕِ ‏( ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻋﺔ ﻓﻲﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺔ ﻟﻤﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﺸﻮﻛﺎﻧﻲ / 1 302‏)

"Hadis yang berbunyi: 'Barangsiapa membaca Surat Yasin seraya mengharap rida Allah, maka ia diampuni' diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abu Hurairah secara marfu', sanadnya sesuai kriteria hadis sahih.

Juga diriwayatkan oleh Abu Nuaim dan Khatib (al-Baghdadi). Maka tidak ada jalan untuk mencantumkannya dalam kitab-kitab hadis palsu!" (al-Fawaid al-Majmu'ah I/302)

Begitu pula ahli hadis al-Fatanni berkata:

ﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ﻳﺲ ﻓِﻲ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ ﺃَﺻْﺒَﺢَ ﻣَﻐْﻔُﻮْﺭًﺍ ﻟَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ﺍﻟﺪُّﺧَﺎﻥَ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍﻟْﺠُﻤْﻌَﺔِ ﺃَﺻْﺒَﺢَ ﻣَﻐْﻔُﻮْﺭًﺍ ﻟَﻪُ ﻓِﻴْﻪِ ﻣُﺤَﻤَّﺪُ ﺑْﻦُ ﺯَﻛَﺮِﻳَّﺎ ﻳَﻀَﻊُ ﻗُﻠْﺖُ ﻟَﻪُ ﻃُﺮُﻕٌ ﻛَﺜِﻴْﺮَﺓٌ ﻋَﻨْﻪُ ﺑَﻌْﻀُﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺷَﺮْﻁِ ﺍﻟﺼَّﺤِﻴْﺢِ ﺃَﺧْﺮَﺟَﻪُ ﺍﻟﺘُّﺮْﻣُﺬِﻱ ﻭَﺍﻟْﺒَﻴْﻬَﻘِﻲ ‏(ﺗﺬﻛﺮﺓ
ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺎﺕ ﻟﻠﻔﺘﻨﻲ / 1 80 ‏)

"Hadis yang berbunyi: 'Barangsiapa membaca Surat Yasin di malam hari, maka di pagi harinya ia diampuni dan barangsiapa membaca Surat al-
Dukhan di malam Jumat, maka di pagi harinya ia diampuni'

Di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Zakariya yang memalsukan hadis. Saya (al-Fatanni) berkata: Hadis ini memiliki banyak jalur riwayat, yang sebagiannya sesuai kriteria hadis sahih yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi dan al-Baihaqi" (Tadzkirat al-Maudlu'at I/80)

Bahkkan seorang ahli tafsir yang menjadi murid Ibnu Taimiyah, yaitu Ibnu Katsir (yang tafsirnya paling sering dikaji oleh kelompok anti tahlil), mencantumkan banyak hadis tentang keutamaan (fadilah) Surat Yasin, diantaranya hadis riwayat al-Hafidz Abu Ya'la al-Mushili No 6224:

ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﺤَﺎﻓِﻆُ ﺃَﺑُﻮْ ﻳَﻌْﻠَﻰ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺇِﺳْﺤَﺎﻕُ ﺑْﻦُ ﺃَﺑِﻲ ﺇِﺳْﺮَﺍﺋِﻴْﻞَ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺣَﺠَّﺎﺝٌ ﺑْﻦُ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻋَﻦْ ﻫِﺸَﺎﻡِ ﺑْﻦِ ﺯِﻳَﺎﺩٍ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﺤَﺴَﻦِ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺃَﺑَﺎ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ﻳﺲ ﻓِﻲ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ ﺃَﺻْﺒَﺢَ
ﻣَﻐْﻔُﻮْﺭًﺍ ﻟَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ﺣﻢ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﺍﻟﺪُّﺧَﺎﻥُ ﺃَﺻْﺒَﺢَﻣَﻐْﻔُﻮْﺭًﺍ ﻟَﻪُ

"Barangsiapa membaca Surat Yasin di malam hari, maka di pagi harinya ia diampuni dan barangsiapa membaca Surat al-Dukhan, maka di pagi harinya ia diampuni"

Ibnu Katsir berkata:

ﺇِﺳْﻨَﺎﺩٌ ﺟَﻴِّﺪٌ ‏( ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺍﺑﻦ ﻛﺜﻴﺮ / 6 561‏)
"Ini adalah sanad yang bagus" (Tafsir Ibnu Katsir VI/561)

Tidak banyak yang tahu mengenai hukum menuduh hadis palsu, padahal nyata sekali bahwa riwayat tersebut secara akumulasi adalah sahih.

Maka disini Rasulullah Saw memberi kecaman bagi mereka yang melakukan hal itu:

ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣَﻦْ ﺑَﻠَﻐَﻪُ ﻋَﻨِّﻲ ﺣَﺪِﻳْﺚٌ ﻓَﻜَﺬَّﺏَ ﺑِﻪِ ﻓَﻘَﺪْ ﻛَﺬَّﺏَ ﺛَﻼَﺛَﺔً ﺍﻟﻠﻪَ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟَﻪُ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻱ ﺣَﺪَّﺙَ ﺑِﻪِ ‏( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻄﺒﺮﺍﻧﻲ ﻓﻲ ﺍﻷﻭﺳﻂ ﺭﻗﻢ 7596 ﻭﺍﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ 27/410 ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ ‏)

"Barangsiapa yang sampai kepadanya sebuah hadis dari saya kemudian ia mendustakannya, maka ada tiga yang ia dustakan, yaitu Allah, Rasul-Nya dan perawi hadis tersebut" (HR al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Ausath No 7596 dan Ibnu 'Asakir 27/410 dari Jabir)

Ibnu Katsir sependapat dengan amaliyah Aswaja dalam membaca Surat Yasin
di dekat orang yang akan meninggal.

Berikut diantara uraiannya:

ﺛُﻢَّ ﻗَﺎﻝَ ﺍْﻹِﻣَﺎﻡُ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻋَﺎﺭِﻡٌ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺍﺑْﻦُ ﺍﻟْﻤُﺒَﺎﺭَﻙِ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺳُﻠَﻴْﻤَﺎﻥُ ﺍﻟﺘَّﻴْﻤِﻲ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻋُﺜْﻤَﺎﻥَ - ﻭَﻟَﻴْﺲَ ﺑِﺎﻟﻨَّﻬْﺪِﻱ- ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻴْﻪِ ﻋَﻦْ ﻣَﻌْﻘِﻞِ ﺑْﻦِ ﻳَﺴَﺎﺭٍ ﻗَﺎﻝَ ﻗﺎَﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ " ﺍِﻗْﺮَﺅُﻭْﻫَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ"ﻳَﻌْﻨِﻲ ﻳﺲ. ﻭَﺭَﻭَﺍﻩُ ﺃَﺑُﻮْ ﺩَﺍﻭُﺩَ ﻭَﺍﻟﻨَّﺴَﺎﺋِﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﻭَﺍﻟﻠَّﻴْﻠَﺔِ ﻭَﺍﺑْﻦُ ﻣَﺎﺟَﻪْ ﻣِﻦْ ﺣَﺪِﻳْﺚِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺑْﻦِ ﺍﻟْﻤُﺒَﺎﺭَﻙِ ﺑِﻪِ ﺇِﻻَّ ﺃَﻥَّ ﻓِﻲ ﺭِﻭَﺍﻳَﺔِ ﺍﻟﻨَّﺴَﺎﺋِﻲ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻋُﺜْﻤَﺎﻥَ ﻋَﻦْ ﻣَﻌْﻘِﻞٍ ﺑْﻦِ ﻳَﺴَﺎﺭٍ . ﻭَﻟِﻬَﺬَﺍ ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﻣِﻦْ ﺧَﺼَﺎﺋِﺺِﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟﺴُّﻮْﺭَﺓِ ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﻻَ ﺗُﻘْﺮَﺃُ ﻋِﻨْﺪَ ﺃَﻣْﺮٍ ﻋَﺴِﻴْﺮٍ ﺇِﻻَّ ﻳَﺴَّﺮَﻩُ ﺍﻟﻠﻪُ. ﻭَﻛَﺄَﻥَّ ﻗِﺮَﺍﺀَﺗَﻬَﺎ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻟِﺘُﻨْﺰَﻝَ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﺔُ ﻭَﺍﻟْﺒَﺮَﻛَﺔُ ﻭَﻟِﻴَﺴْﻬُﻞَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺧُﺮُﻭْﺝُ ﺍﻟﺮُّﻭْﺡِ ﻭَﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﻋْﻠَﻢُ. ﻗَﺎﻝَ ﺍْﻹِﻣَﺎﻡُ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﺭَﺣِﻤَﻪُ ﺍﻟﻠﻪُ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺃَﺑُﻮْ ﺍﻟْﻤُﻐِﻴْﺮَﺓِ ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺻَﻔْﻮَﺍﻥُﻗَﺎﻝَ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻤَﺸِﻴْﺨَﺔُ ﻳَﻘُﻮْﻟُﻮْﻥَ ﺇِﺫَﺍ ﻗُﺮِﺋَﺖْ - ﻳَﻌْﻨِﻲ ﻳﺲ - ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﺧُﻔِّﻒَ ﻋَﻨْﻪُ ﺑِﻬَﺎ ‏( ﺗﻔﺴﻴﺮ ﺍﺑﻦ ﻛﺜﻴﺮ 6 / 562 ‏)

"Imam Ahmad berkata (dengan meriwayatkan sebuah) bahwa Rasulullah Saw bersabda: Bacalah surat Yasin kepada orang-orang yang meninggal
(HR Abu Dawud dan al-Nasa'i dan Ibnu Majah). Oleh karenanya sebagian ulama berkata: diantara keistimewaan surat yasin jika dibacakan dalam hal-hal yang sulit maka Allah akan memudahkannya, dan pembacaan Yasin di dekat orang yang meninggal adalah agar turun rahmat dan berkah
dari Allah serta memudahkan keluarnya ruh. Imam Ahmad berkata: Para guru berkata: Jika Yasin dibacakan di dekat mayit maka ia akan diringankan (keluarnya ruh) dengan bacaan Yasin tersebut" (Ibnu Katsir VI/342)

Berikut kutipan selengkapnya dari kitab Musnad Ahmad mengenai pembacaan Yasin di samping orang yang akan meninggal yang telah menjadi
amaliyah ulama terdahulu dan terus diamalkan :

ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺣَﺪَّﺛَﻨِﻲ ﺃَﺑِﻲ ﺛَﻨَﺎ ﺃَﺑُﻮْ ﺍﻟْﻤُﻐِﻴْﺮَﺓِ ﺛَﻨَﺎ ﺻَﻔْﻮَﺍﻥُ ﺣَﺪَّﺛَﻨِﻲ ﺍﻟْﻤَﺸِﻴْﺨَﺔُ ﺍَﻧَّﻬُﻢْ ﺣَﻀَﺮُﻭْﺍ ﻏُﻀَﻴْﻒَ ﺑْﻦَ ﺍﻟْﺤَﺮْﺙِ ﺍﻟﺜَّﻤَﺎﻟِﻲَ ﺣِﻴْﻦَ ﺍﺷْﺘَﺪَّ ﺳَﻮْﻗُﻪُ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻫَﻞْ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺃَﺣَﺪٌ ﻳَﻘْﺮَﺃُ ﻳﺲ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﻘَﺮَﺃَﻫَﺎ ﺻَﺎﻟِﺢُ ﺑْﻦُ ﺷُﺮَﻳْﺢٍ ﺍﻟﺴُّﻜُﻮْﻧِﻲ ﻓَﻠَﻤَﺎ
ﺑَﻠَﻎَ ﺃَﺭْﺑَﻌِﻴْﻦَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻗُﺒِﺾَ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﻜَﺎﻥَ ﺍﻟْﻤَﺸِﻴْﺨَﺔُ ﻳَﻘُﻮْﻟُﻮْﻥَ ﺇِﺫَﺍ ﻗُﺮِﺋَﺖْ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﺧُﻔِّﻒَ ﻋَﻨْﻪُ ﺑِﻬَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﺻَﻔْﻮَﺍﻥُ ﻭَﻗَﺮَﺃَﻫَﺎ ﻋِﻴْﺴَﻰ ﺑْﻦُ ﺍﻟْﻤُﻌْﺘَﻤِﺮِ ﻋِﻨْﺪَ ﺑْﻦِ ﻣَﻌْﺒَﺪٍ ‏( ﻣﺴﻨﺪ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ 17010‏)

"Para guru bercerita bahwa mereka mendatangi Ghudlaif bin Hars al-Tsamali ketika penyakitnya sangat parah. Shafwan berkata: Adakah diantara anda sekalian yang mau membacakan Yasin? Shaleh bin Syuraih al-Sukuni yang membaca Yasin. Setelah ia membaca 40 dari Surat Yasin, Ghudlaif meninggal. Maka para guru berkata: Jika Yasin dibacakan di dekat mayit maka ia akan diringankan (keluarnya ruh) dengan Surat Yasin tersebut.
(Begitu pula) Isa bin Mu'tamir membacakan Yasin di dekat Ibnu Ma'bad" (Musnad Ahmad No 17010)

Al-Hafidz Ibnu Hajar menilai atsar ini:

ﻭَﻫُﻮَ ﺣَﺪِﻳْﺚٌ ﺣَﺴَﻦُ ﺍْﻹِﺳْﻨَﺎﺩِ ‏( ﺍﻹﺻﺎﺑﺔ ﻓﻲ ﺗﻤﻴﻴﺰ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻟﻠﺤﺎﻓﻆ ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ / 5 324‏)

"Riwayat ini sanadnya adalah hasan" (al-Ishabat fi Tamyiz al-Shahabat V/324)

Ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar juga menilai riwayat amaliyah ulama salaf membaca Yasin saat Ghudlaif akan wafat sebagai dalil penguat (syahid) dari hadis riwayat Ma'qil bin Yasar yang artinya: Bacakanlah Surat Yasin di dekat orang yang meninggal. (Raudlah al-Muhadditsin X/266)

Al-Hafidz Ibnu Hajar memastikan Ghudlaif ini adalah seorang sahabat:

ﻫَﺬَﺍ ﻣَﻮْﻗُﻮْﻑٌ ﺣَﺴَﻦُ ﺍْﻹِﺳْﻨَﺎﺩِ ﻭَﻏُﻀَﻴْﻒٌ ﺻَﺤَﺎﺑِﻰٌّ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﺠُﻤْﻬُﻮْﺭِ ﻭَﺍﻟْﻤَﺸِﻴْﺨَﺔُ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﻧَﻘَﻞَ ﻋَﻨْﻬُﻢْ ﻟَﻢْ ﻳُﺴَﻤُّﻮْﺍ ﻟَﻜِﻨَّﻬُﻢْ ﻣَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺻَﺤَﺎﺑِﻰٍّ ﻭَﺗَﺎﺑِﻌِﻰٍّ ﻛَﺒِﻴْﺮٍ ﻭَﻣِﺜْﻠُﻪُ ﻻَ ﻳُﻘَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﺮَّﺃْﻯِ ﻓَﻠَﻪُ ﺣُﻜْﻢُ ﺍﻟﺮَّﻓْﻊُ ‏( ﺭﻭﺿﺔ ﺍﻟﻤﺤﺪﺛﻴﻦ ﻟﻠﺤﺎﻓﻆ ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ
/ 10 266‏)

"Riwayat sahabat ini sanadnya adalah hasan. Ghudlaif adalah seorang sahabat menurut mayoritas ulama. Sementara 'para guru' yang dikutip oleh
Imam Ahmad tidak disebut namanya, namun mereka ini tidak lain antara sahabat dan tabi'in senior. Hal ini bukanlah pendapat perseorangan, tetapi berstatus sebagai hadis yang disandarkan pada Rasulullah (marfu')" (Raudlah al Muhadditsin X/266)

Terkait dengan tuduhan anti tahlil yang mengutip pernyataan beberapa ulama bahwa sanad hadis riwayat Ma'qil ini goncang, redaksi hadisnya (matan) tidak diketahui dan sebagainya, maka cukup dibantah dengan pendapat ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Bulugh al-Maram I/195:

ﻋَﻦْ ﻣَﻌْﻘِﻞِ ﺑْﻦِ ﻳَﺴَﺎﺭٍ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻥَّ ﺍَﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻗْﺮَﺅُﻭﺍ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ ﻳﺲ ﺭَﻭَﺍﻩُ ﺃَﺑُﻮ ﺩَﺍﻭُﺩَ ﻭَﺍﻟﻨَّﺴَﺎﺋِﻲُّ ﻭَﺻَﺤَّﺤَﻪُ ﺍﺑْﻦُ ﺣِﺒَّﺎﻥَ ‏( ﻭﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺣﻤﺪ 20316 ﻭﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ ﺭﻗﻢ 3121 ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﺭﻗﻢ1448 ﻭﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ ﺭﻗﻢ 3002 ﻭﺍﻟﻄﺒﺮﺍﻧﻰ ﺭﻗﻢ 510 ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﺭﻗﻢ 2074 ﻭﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻰ ﺭﻗﻢ 6392 ﻭﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﻳﻀﺎً ﺍﻟﻄﻴﺎﻟﺴﻰ ﺭﻗﻢ 931 ﻭﺍﺑﻦ ﺃﺑﻰ ﺷﻴﺒﺔ ﺭﻗﻢ 10853 ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻰ ﻓﻰ ﺍﻟﻜﺒﺮﻯ ﺭﻗﻢ10913 ‏)

"Dari Ma'qil bin Yasar bahwa Rasulullah Saw bersabda: 'Bacalah surat Yasin di dekat orang-orang yang meninggal.' Ibnu Hajar berkata: Diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Nasa'i dan disahihkan oleh Ibnu Hibban"

(Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad No 20316, Abu Dawud No 3121, Ibnu Majah No 1448, al-Thabrani No 510, al-Hakim No 2074, al-Baihaqi No 6392, al-Thayalisi No 931, Ibnu Abi Syaibah No 10853 dan al-Nasa'i dalam al-Sunan al-Kubra No 10913)

Dalam kitab tersebut al-Hafidz Ibnu Hajar tidak memberi komentar atas penilaian sahih dari Ibnu Hibban. Sementara dalam kitab beliau yang lain,
Talkhis al-Habir II/244, kendatipun beliau mengutip penilaian dlaif dari Ibnu Qattan dan al-Daruquthni, di saat yang bersamaan beliau meriwayatkan atsar dari riwayat Imam Ahmad diatas.

Jika telah didukung dalil-dalil hadis dan diamalkan oleh para ulama salaf, lalu bagaimana dengan amaliyah membaca Surat Yasin setelah orang
tersebut meninggal atau bahkan dibaca di kuburannya?

Berikut ini beberapa pandangan ulama terkait penafsiran hadis di atas.

1. Ibnu Qayyim

ﻭَﻫَﺬَﺍ ﻳَﺤْﺘَﻤِﻞُ ﺃَﻥْ ﻳُﺮَﺍﺩَ ﺑِﻪِ ﻗِﺮَﺍﺀَﺗُﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺤْﺘَﻀَﺮِ ﻋِﻨْﺪَ ﻣَﻮْﺗِﻪِ ﻣِﺜْﻞَ ﻗَﻮْﻟِﻪِ ﻟَﻘِّﻨُﻮْﺍ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﻳَﺤْﺘَﻤِﻞُ ﺃَﻥْ ﻳُﺮَﺍﺩَ ﺑِﻪِ ﺍﻟْﻘِﺮَﺍﺀَﺓُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻘَﺒْﺮِ ﻭَﺍْﻷَﻭَّﻝُ ﺃَﻇْﻬَﺮُ ‏( ﺍﻟﺮﻭﺡ ﻻﺑﻦ ﺍﻟﻘﻴﻢ 1 / 11‏)

"Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat orang yang akan meninggal sebagaimana sabda Nabi Saw: Tuntunlah orang yang akan mati diantara kalian dengan Lailahaillallah. Dan bisa jadi yang dimaksud adalah membacanya di kuburnya. Pendapat pertamalah yang lebih kuat" (al-Ruh I/11)

2. Ahli Tafsir al-Qurthubi

ﻭَﻳُﺮْﻭَﻯ ﻋَﻦْ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺑْﻦِ ﻋُﻤَﺮَ ﺑْﻦِ ﺍﻟْﺨَﻄَّﺎﺏِ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻧَّﻪُ ﺃَﻣَﺮَ ﺃَﻥْ ﻳُﻘْﺮَﺃَ ﻋِﻨْﺪَ ﻗَﺒْﺮِﻩِ ﺳُﻮْﺭَﺓُ ﺍﻟْﺒَﻘَﺮَﺓِ ﻭَﻗَﺪْ ﺭُﻭِﻯَ ﺇِﺑَﺎﺣَﺔُ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓِ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻘَﺒْﺮِ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻌَﻼَّﺀِ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﻭَﺫَﻛَﺮَ ﺍﻟﻨَّﺴَﺎﺋِﻲ ﻭَﻏَﻴْﺮُﻩُ ﻣِﻦْ ﺣَﺪِﻳْﺚِ ﻣَﻌْﻘِﻞٍ
ﺑْﻦِ ﻳَﺴَﺎﺭٍ ﺍﻟْﻤَﺪَﻧِﻲ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﺍِﻗْﺮَﺃُﻭْﺍ ﻳﺲ ﻋِﻨْﺪَ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ ﻭَﻫَﺬَﺍ ﻳَﺤْﺘَﻤِﻞُ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟْﻘِﺮَﺍﺀَﺓُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓِﻲ ﺣَﺎﻝِ ﻣَﻮْﺗِﻪِ ﻭَﻳَﺤْﺘَﻤِﻞُ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮْﻥَ ﻋِﻨْﺪَ ﻗَﺒْﺮِﻩِ ‏(ﺍﻟﺘﺬﻛﺮﺓ ﻟﻠﻘﺮﻃﺒﻲ 1 / 84‏)

"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa ia memerintahkan agar dibacakan surat al-Baqarah di kuburannya. Diperbolehkannya membaca al-Quran di kuburan diriwayatkan dari 'Ala' bin Abdurrahman. Al-Nasai dan yang lain menyebutkan hadis dari Ma'qil bin Yasar al-Madani dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda: Bacalah Yasin di dekat orang-orang yang meninggal. Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat orang yang akan meninggal dan bisa jadi yang dimaksud adalah membacanya di kuburnya" (Tadzkirat al-Qurthubi I/84)

3. Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi

ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻘُﺮْﻃُﺒِﻲ ﻓِﻲ ﺣَﺪِﻳْﺚِ ﺇﻗْﺮَﺅُﻭْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ ﻳﺲ ﻫَﺬَﺍ ﻳَﺤْﺘَﻤِﻞُ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮْﻥَ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟْﻘِﺮَﺍﺀَﺓُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓِﻲ ﺣَﺎﻝِ ﻣَﻮْﺗِﻪِ ﻭَﻳَﺤْﺘَﻤِﻞُ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮْﻥَ ﻋِﻨْﺪَ ﻗَﺒْﺮِﻩِ ﻗُﻠْﺖُ ﻭَﺑِﺎْﻷَﻭَّﻝِ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﺠُﻤْﻬُﻮْﺭُ ﻛَﻤَﺎ ﺗَﻘَﺪَّﻡَ ﻓِﻲ ﺃَﻭَّﻝِ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻭَﺑِﺎﻟﺜَّﺎﻧِﻲ
ﻗَﺎﻝَ ﺇﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻮَﺍﺣِﺪِ ﺍﻟْﻤَﻘْﺪِﺳِﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠُﺰْﺀِ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﺗَﻘَﺪَّﻣَﺖِ ﺍْﻹِﺷَﺎﺭَﺓُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻭَﺑِﺎﻟﺘَّﻌْﻤِﻴْﻢِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺤَﺎﻟَﻴْﻦِ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﻤُﺤِﺐُّ ﺍﻟﻄَّﺒَﺮِﻱُّ ﻣِﻦْ ﻣُﺘَﺄَﺧِّﺮِﻱ ﺃَﺻْﺤَﺎﺑِﻨَﺎ ﻭِﻓِﻲ ﺍْﻹِﺣْﻴَﺎﺀِ ﻟِﻠْﻐَﺰَﺍﻟِﻲ ﻭَﺍﻟْﻌَﺎﻗِﺒَﺔِ ﻟِﻌَﺒْﺪِ ﺍﻟْﺤَﻖِّ ﻋَﻦْ ﺃَﺣْﻤَﺪَ ﺑْﻦِ ﺣَﻨْﺒَﻞَ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﺫَﺍﺩَﺧَﻠْﺘُﻢُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﻓَﺎﻗْﺮَﺅُﻭْﺍ ﺑِﻔَﺎﺗِﺤَﺔِ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻭَﺍﻟْﻤُﻌَﻮِّﺫَﺗْﻴِﻦ ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﺣَﺪٌ ﻭَﺍﺟْﻌَﻠُﻮْﺍ ﺫَﻟِﻚَ ِﻷَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻳَﺼِﻞُ ﺇِﻟَﻴْﻬِﻢْ ‏(ﺷﺮﺡ ﺍﻟﺼﺪﻭﺭ ﺑﺸﺮﺡ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻭﺍﻟﻘﺒﻮﺭ ﻟﻠﺤﺎﻓﻆ ﺟﻼﻝ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻟﺴﻴﻮﻃﻲ / 1 304‏)

"Al-Qurthubi berkata mengenai hadis: 'Bacalah Yasin di dekat orang-orang yang meninggal' bahwa Hadis ini bisa jadi dibacakan di dekat orang yang akan meninggal dan bisa jadi yang dimaksud adalah membacanya di kuburnya. Saya (al-Suyuthi) berkata: Pendapat pertama disampaikan oleh mayoritas ulama. Pendapat kedua oleh Ibnu Abdul Wahid al-Maqdisi dalam salah satu kitabnya dan secara menyeluruh keduanya dikomentari oleh Muhib al-Thabari dari kalangan Syafiiyah. Disebutkan dalam kitab Ihya al-Ghazali, dalam al-Aqibah Abdulhaq, mengutip dari Ahmad bin Hanbal, beliau berkata: Jika kalian memasuki kuburan, maka bacalah al-Fatihah, al-Muawwidzatain, al-Ikhlas, dan jadikanlah (hadiahkanlah) untuk penghuni makam, maka akan sampai pada mereka" (Syarh al-Shudur I/304)

4. Muhammad bin Ali al-Syaukani

ﻭَﺍﻟﻠَّﻔْﻆُ ﻧَﺺٌّ ﻓِﻰ ﺍْﻷَﻣْﻮَﺍﺕِ ﻭَﺗَﻨَﺎﻭُﻟُﻪُ ﻟِﻠْﺤَﻰِّ ﺍﻟْﻤُﺤْﺘَﻀَﺮِ ﻣَﺠَﺎﺯٌ ﻓَﻼَ ﻳُﺼَﺎﺭُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺇِﻻَّ ﻟِﻘَﺮِﻳْﻨَﺔٍ ‏(ﻧﻴﻞﺍﻷﻭﻃﺎﺭﻟﻠﺸﻮﻛﺎﻧﻲ 4 / 52‏)

"Lafadz dalam hadis tersebut secara jelas mengarah pada orang yang telah meninggal. Dan lafadz tersebut mencakup pada orang yang akan meninggal hanya secara majaz. Maka tidak bisa diarahkan pada orang yang akan meinggal kecuali bila ada tanda petunjuk" (Nail al-Authar
IV/52)

5. Mufti Universitas al-Azhar Kairo Mesir, 'Athiyah Shaqar

ﻭَﺣَﻤَﻠَﻪُ ﺍﻟْﻤُﺼَﺤِّﺤُﻮْﻥَ ﻟَﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻘِﺮَﺍﺀَﺓِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﺣَﺎﻝَ ﺍْﻻِﺣْﺘِﻀَﺎﺭِ ﺑِﻨَﺎﺀً ﻋَﻠَﻰ ﺣَﺪِﻳْﺚٍ ﻓِﻰ ﻣُﺴْﻨَﺪِ ﺍﻟْﻔِﺮْﺩَﻭْﺱِ ﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﻣَﻴِّﺖٍ ﻳَﻤُﻮْﺕُ ﻓَﺘُﻘْﺮَﺃُ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻳﺲ ﺇِﻻَّ ﻫَﻮَّﻥَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻟَﻜِﻦْ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻥَّ ﻟَﻔْﻆَ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻋَﺎﻡٌ ﻻَ ﻳَﺨْﺘَﺺُّ
ﺑِﺎﻟْﻤُﺤْﺘَﻀَﺮِ ﻓَﻼَ ﻣَﺎﻧِﻊَ ﻣِﻦِ ﺍﺳْﺘِﻔَﺎﺩَﺗِﻪِ ﺑِﺎﻟْﻘِﺮَﺍﺀَﺓِ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺇِﺫَﺍ ﺍﻧْﺘَﻬَﺖْ ﺣَﻴَﺎﺗُﻪُ ﺳَﻮَﺍﺀٌ ﺩُﻓِﻦَ ﺃَﻡْ ﻟَﻢْ ﻳُﺪْﻓَﻦْ ﺭَﻭَﻯ ﺍْﻟﺒَﻴْﻬَﻘِﻰ ﺑِﺴَﻨَﺪٍ ﺣَﺴَﻦٍ ﺃَﻥَّ ﺍﺑْﻦَ ﻋُﻤَﺮَ ﺍﺳْﺘَﺤَﺐَّ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓَ ﺃَﻭَّﻝِ ﺳُﻮْﺭَﺓِ ﺍﻟْﺒَﻘَﺮَﺓِ ﻭَﺧَﺎﺗِﻤَﺘِﻬَﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻘَﺒْﺮِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺪَّﻓْﻦِ ﻓَﺎﺑْﻦُ ﺣِﺒَّﺎﻥَ
ﺍﻟَّﺬِﻯ ﻗَﺎﻝَ ﻓِﻰ ﺻَﺤِﻴْﺤِﻪِ ﻣُﻌَﻠِّﻘًﺎ ﻋَﻠَﻰ ﺣَﺪِﻳْﺚِ ﺍﻗْﺮَﺀُﻭْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ ﻳﺲ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺑِﻪِ ﻣَﻦْ ﺣَﻀَﺮَﺗْﻪُ ﺍﻟْﻤَﻨِﻴَّﺔُ ﻻَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖَ ﻳُﻘْﺮَﺃُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺭَﺩَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﻤُﺤِﺐُّ ﺍﻟﻄَّﺒَﺮِﻯُّ ﺑِﺄَﻥَّ ﺫَﻟِﻚَ ﻏَﻴْﺮُ ﻣُﺴَﻠَّﻢٍ ﻟَﻪُ ﻭَﺇِﻥْ ﺳُﻠِّﻢَ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟﺘَّﻠْﻘِﻴْﻦُ ﺣَﺎﻝَ ﺍْﻻِﺣْﺘِﻀَﺎﺭِ‏( ﻓﺘﺎﻭﻯ ﺍﻷﺯﻫﺮ 7 / 458 ‏)

"Ulama yang menilai sahih hadis diatas mengarahkan pembacaan Yasin di dekat orang yang akan meninggal. Hal ini didasarkan pada hadis yang terdapat dalam musnad al-Firdaus (al-Dailami) yang berbunyi: 'Tidak ada seorang mayit yang dibacakan Yasin di dekatnya, kecuali Allah memberi kemudahan kepadanya.' Namun sebagian ulama mengatakan bahwa lafadz mayit bersifat umum yang tidak khusus bagi orang yang akan mati saja. Maka tidak ada halangan untuk menggunakannya bagi orang yang telah meninggal, baik sudah dimakamkan atau belum. Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang hasan (al-Sunan al-Kubra No 7319) bahwa Ibnu Umar menganjurkan membaca permulaan dan penutup surat al-Baqarah di kuburannya setelah dimakamkan. Pendapat Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya yang memberi catatan pada hadis diatas bahwa yang dimaksud adalah orang yang akan meninggal bukan mayit yang dibacakan di hadapannya, telah dibantah oleh Muhib al-Thabari bahwa hal itu tidak dapat diterima, meskipun taling kepada orang yang akan meninggal bisa diterima" (Fatawa al-Azhar VII/458)

6. al-Hafidz Ibnu Hajar al-'Asqalani

ﺗَﻨْﺒِﻴْﻪٌ ﻗَﺎﻝَ ﺍﺑْﻦُ ﺣِﺒَّﺎﻥَ ﻓِﻲ ﺻَﺤِﻴْﺤِﻪِ ﻋَﻘِﺐَ ﺣَﺪِﻳْﺚِ ﻣَﻌْﻘِﻞٍ ﻗَﻮْﻟُﻪُ ﺍﻗْﺮَﺀُﻭْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ ﻳﺲ ﺃَﺭَﺍﺩَ ﺑِﻪِ ﻣَﻦْ ﺣَﻀَﺮَﺗْﻪُ ﺍﻟْﻤَﻨِﻴَّﺔُ ﻻَ ﺃَﻥَّ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖَ ﻳُﻘْﺮَﺃُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﻭَﻛَﺬَﻟِﻚَ ﻟَﻘِّﻨُﻮْﺍ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ ﻻَ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻭَﺭَﺩَّﻩُ ﺍﻟْﻤُﺤِﺐُّ ﺍﻟﻄَّﺒَﺮِﻱ ﻓِﻲ ﺍْﻷَﺣْﻜَﺎﻡِﻭَﻏَﻴْﺮِﻩِ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻘِﺮَﺍﺀَﺓِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻟَﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺘَّﻠْﻘِﻴْﻦِ ‏(ﺗﻠﺨﻴﺺ ﺍﻟﺤﺒﻴﺮ ﻓﻲ ﺗﺨﺮﻳﺞ ﺃﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﺮﺍﻓﻌﻲ ﺍﻟﻜﺒﻴﺮ ﻟﻠﺤﺎﻓﻆ ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ 2 / 245 ‏)

"Ibnu Hibban dalam kitab sahihnya memberi komentar pada hadis Ma'qil diatas bahwa yang dimaksud adalah orang yang akan meninggal bukan mayit yang dibacakan di hadapannya. Begitu pula hadis: 'Tuntunlah orang yang akan mati diantara kalian dengan Lailahaillallah,' dan telah dibantah oleh Muhib al-Thabari dalam kitab al-Ahkam bahwa hal itu tidak dapat diterima dalam hal membaca Yasin, sementara talking kepada orang yang akan meninggal bisa diterima" (Talkhis al-Habir II/245)

7. Muhammad al-Shan'ani

ﻭَﺃَﺧْﺮَﺝَ ﺃَﺑُﻮْ ﺩَﺍﻭُﺩَ ﻣِﻦْ ﺣَﺪِﻳْﺚِ ﻣَﻌْﻘِﻞِ ﺑْﻦِ ﻳَﺴَﺎﺭٍ ﻋَﻨْﻪُ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠّﻢَ ﺍِﻗْﺮَﺍﺀُﻭﺍ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ ﻳﺲ ﻭَﻫُﻮَ ﺷَﺎﻣِﻞٌ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﺑَﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﺤَﻘِﻴْﻘَﺔُ ﻓِﻴْﻪِ ‏( ﺳﺒﻞ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺑﺸﺮﺡ ﺑﻠﻮﻍ ﺍﻟﻤﺮﺍﻡ ﻟﻤﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ ﺍﻷﻣﻴﺮ ﺍﻟﻜﺤﻼﻧﻲﺍﻟﺼﻨﻌﺎﻧﻲ 2 / 119 ‏)

"Hadis riwayat Abu Dawud dari Ma'qil 'Bacalah Yasin di dekat orang-orang yang meninggal' ini, mencakup pada orang yang telah meninggal, bahkan hakikatnya adalah untuk orang yang meninggal" (Subul al-Salam Syarah Bulugh al-Maram II/119).  Riwayat lain yang menguatkan adalah:

ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﺣَﻔْﺺُ ﺑْﻦُ ﻏِﻴَﺎﺙٍ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﺠَﺎﻟِﺪِ ﻋَﻦِ ﺍﻟﺸَّﻌْﺒِﻲِّ ﻗَﺎﻝَ ﻛَﺎﻧَﺖِ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭُ ﻳَﻘْﺮَﺅُﻭْﻥَ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﺑِﺴُﻮْﺭَﺓِ ﺍﻟْﺒَﻘَﺮَﺓِ ‏(ﻣﺼﻨﻒ ﺍﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺷﻴﺒﺔ ﺭﻗﻢ 10953 ‏)

"Diriwayatkan dari Sya'bi bahwa sahabat Anshor membaca surat al-Baqarah di dekat orang yang telah meninggal" (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No 10963)

Begitu pula atsar di bawah ini:

ﺣَﺪَّﺛَﻨَﺎ ﻭَﻛِﻴْﻊٌ ﻋَﻦْ ﺣَﺴَّﺎﻥَ ﺑْﻦِ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴْﻢَ ﻋَﻦْ ﺃُﻣَﻴَّﺔَ ﺍﻷَﺯْﺩِﻱِّ ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮِ ﺑْﻦِ ﺯَﻳْﺪٍ ﺃَﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻘْﺮَﺃُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﺳُﻮْﺭَﺓَ ﺍﻟﺮَّﻋْﺪِ ‏(ﻣﺼﻨﻒ ﺍﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺷﻴﺒﺔ ﺭﻗﻢ 10957‏)

."Diriwayatkan dari Jabir bin Zaid bahwa ia membaca surat al-Ra'd di dekat orang yang telah meninggal" (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah No 10967)

Bahkan ahli hadis al-Hafidz Ibnu Hajar memperkuat riwayat tersebut:

ﻭَﺃَﺧْﺮَﺝَ ﺍﺑْﻦُ ﺃَﺑِﻰ ﺷَﻴْﺒَﺔَ ﻣِﻦْ ﻃَﺮِﻳْﻖِ ﺃَﺑِﻰ ﺍﻟﺸَّﻌْﺜَﺎﺀِ ﺟَﺎﺑِﺮِ ﺑْﻦِ ﺯَﻳْﺪٍ ﻭَﻫُﻮَ ﻣِﻦْ ﺛِﻘَﺎﺕِ ﺍﻟﺘَّﺎﺑِﻌِﻴْﻦَ ﺃَﻧَّﻪُ ﻳَﻘْﺮَﺃُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﺳُﻮْﺭَﺓَ ﺍﻟﺮَّﻋْﺪِ ﻭَﺳَﻨَﺪُﻩُ ﺻَﺤِﻴْﺢٌ ‏(ﺭﻭﺿﺔ ﺍﻟﻤﺤﺪﺛﻴﻦ ﻟﻠﺤﺎﻓﻆ ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ 10 / 266 ‏)

"Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari jalur Jabir bin Zaid, ia termasuk Tabi'in yang terpercaya, bahwa ia membaca surat al-Ra'd di dekat orang
yang telah meninggal. Dan Sanadnya adalah sahih! " (Raudlat al-Muhadditsin X/226). 

Dari uraian ini dapat diketahui bahwa tuduhan hadis palsu dalam beberapa fadilah surat Yasin karena mereka hanya melihat dari satu jalur riwayat saja, sementara dalam hadis tersebut memiliki banyak jalur riwayat. Hal inilah yang sering menjadi kecerobohan dari Ibnu al- Jauzi dalam kitabnya 'al-Maudluat' yang menuai kritik tajam dari ahli hadis lain, seperti Ibnu Hajar, al-Suyuthi dan lain-lain.

Al-Hafidz al-Haitsami berkata: "Dalam sanadnya ada perawi bernama Mahfudz bin Maisur, Ibnu Hatim tidak memberi penilaian sama sekali kepadanya" (Majma' al-Zawaid No 660). Ini menunjukkan hadis tersebut tidak dlaif.

Jd tdk ada dalil MENGHARAMKAN,MELARANG Membaca surah yasin terkhusus dalam tahlilan,syukuran dll..

Mereka yang anti tahlilan baca yasin hanya golongan minoritas yg tdk TDK sepaham dgn Salafus sholeh tetapi LUCUNYA mengaku ikut paham salaf dan mereka GEMBAR GEMBORKAN dalam merekrut angggota dan menipu umat yg dangkal ilmu agama.

Terkait pahala bacaan.

Diatas telah dijelaskan tentang pendapat imam safii tetapi sebagai pelengkap perhatikan hal berikut.

Dalam tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i) 774 H beliau mengomentari ayat
39 surah an Najm (IV/236: Dar el Quthb), beliau mengatakan Imam Syafi’i berkata bahwa tidak
sampai pahala itu, tapi di akhir nya beliau berkomentar lagi

ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺠﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺻﻮﻟﻬﻤﺎ ﻭﻣﻨﺼﻮﺹﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ

bacaan alquran yang dihadiahkan kepada mayit itu
sampai,Menurut Imam Syafi’i pada waktu beliau masih di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam Hanafi, bahwa bcaan al-Quran tidak sampai ke mayit, Setelah beliau pindah ke mesir, beliau ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan alquran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai dengan ditambah berdoa “Allahumma awshil. …dst.”, lalu murid beliau Imam Ahmad dan kumpulan murid2 Imam Syafi’i yg lain berfatwa bahwa bacaan Al-quran sampai.

Nah dengan demikian jika bacaan itu di iringi dgn tujuan,niat maka pada hakekatnya sampai.

Ada beberapa ayat sangat jelas bahwa mendoakan umat muslim itu juga printah Allah dan jk ada printah Allah maka Allah lebih tahu perkara doa dan pahalanya.

Contoh ayat.

Surat al-Hasyr : 10
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan Saudara-saudara kami
yang Telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”

Surat Muhammad : 19

“Maka Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah
mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu
tinggal”.

Ayat ayat di atas jelas kewajiban memohonkan ampunan kepada sesama saudara muslim dan tentu dgn banyak cara salah satunya tahlilan.baca yasin ayat ayat lain seperti contoh dlm dalil dalil diatas.

Sumber : facebook

Sabtu, 15 April 2017

Bila Lakukan 9 Hal Ini, Suami Istri Dianggap Berzina Sepanjang Pernikahannya

Menikah sejatinya adalah menjaga kesucian diri, namun pernikahan bisa mengandung zina jika dalam beberapa kasus terjadi pelanggaran.
Dalam hal ini adalah nikah saat wanita sudah hamil duluan.

Dikutip dari islamidia.com, terkait persoalan ini ada dua pendapat tentang menikahi wanita hamil diluar nikah, ada pendapat yang membolehkan, ada yang mengharamkannya.
Adapun yang membolehkan tetap dengan aturan-aturan yang wajib dipahami.

Perkawinan seumpama ini, hari ini memang sudah biasa karena keluarga biasanya memilih jalan untuk menutup malu. Sehingga jika anaknya ketahuan hamil di luar nikah, maka cepat-cepat dikawinkan.
Berdasarkan kenyataan tersebut, nikah dianggap TIDAK SAH, maka pasangan itu kelak hidup dalam zina sampai mereka menyadari kesalahan dan bertaubat.
Persoalan ini telah diajukan kepada seorang Imam, di mana banyak persoalan lain timbul dari persoalan pokok tersebut.
Berikut pasangan suami isteri dianggap berzina sepanjang perkawinan mereka:

1. Apakah langkah yang sewajarnya sekiranya seorang gadis belum berkawin didapati hamil anak luar nikah?
Gadis itu tidak boleh berkawin sebelum bayi itu dilahirkan.

2. Sekiranya lelaki yang bertanggungjawab itu bersedia mengawini gadis itu, bolehkah mereka menikah?
Tidak. Mereka tidak boleh menikah sebelum bayi itu dilahirkan.

3. Adakah pernikahannya itu sah sekiranya mereka menikah?
Tidak. Pernikahannya itu TIDAK SAH. Seorang lelaki tidak boleh mengawini seorang wanita hamil, walaupun lelaki itu merupakan ayah dari bayi yang dikandung itu.

4. Sekiranya mereka menikah, apakah tindakan mereka itu membenarkan keadaan?
Mereka tetap harus berpisah. Perempuan itu mestinya menunggu setelah melahirkan, barulah mereka boleh menikah sekali lagi,secara sah.

5. Bagaimana kalau keadaan itu tidak dibenarkan?
Maka mereka akan hidup di dalam zina karena pernikahannya itu tidak sah.

6. Apakah hak seorang anak luar nikah?
Kebanyakan pendapat mengatakan bahwa anak itu TIDAK MEMILIKI HAK untuk menuntut apa-apa dari ayahnya.

7. Sekiranya hukum mengatakan lelaki itu bukan ayah DARI anak tersebut, adakah itu berarti dia bukan mahram anak perempuannya sendiri?
Ya. Dia tidak boleh menjadi mahram.

8. Sekiranya seorang lelaki Muslim Dan seorang wanita Muslim (atau bukan Muslim) ingin bernikah setelah bersekedudukan, apakah tindakan yang semestinya
Mereka tidak boleh menikah, dan menunggu setelah perempuan itu haid satu kali sebelum mereka boleh bernikah.

9. Sekiranya saya kenal/tahu seseorang di dalam keadaan ini, apakah saya perlu memberitahu kepadanya, atau lebih baik menjaga tepi kain sendiri?

Anda wajib memberitahu, karena itu sebagian tanggung jawab anda sebagai saudaranya. Mereka harus diberi peluang untuk meluruskan keadaan mereka, kalau tidak semua keturunan yang lahir dari pernikahan tidak sah itu adalah anak-anak yang tidak sah taraf.

Katakanlah: ‘Sesungguhnya sembahyangku dan ibadatku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian alam.(*)

Sumber : POSBELITUNG.COM

Sabtu, 01 April 2017

NU itu penyelamat Bangsa dan Sejatinnya Islam.

Ada apa dengan NU?


Alhamdulillah, akhir-akhir ini orang merasakan manfaatnya Nahdlatul Ulama (NU). Dulu, orang yang paling bahagia, paling sering merasakan berkahnya NU adalah orang yang sudah meninggal: setiap hari dikirimi doa, tumpeng. Tapi, hari ini begitu dunia dilanda kekacauan, ketika Dunia Islam galau: di Afganistan perang sesama Islam, di Suriah perang sesama Islam, di Irak, perang sesama Islam. Semua ingin tahu, ketika semua sudah jebol, kok ada yang masih utuh: Islam di Indonesia.


Akhirnya semua ingin kesini, seperti apa Islam di Indonesia kok masih utuh. Akhirnya semua sepakat: utuhnya Islam di Indonesia itu karena memiliki jamiyyah NU. Akhirnya semua pingin tahu NU itu seperti apa.


Ternyata, jaman dulu ada orang belanda yang sudah menceritakan santri NU,  namanya C. Snock Hurgronje. C. Snock Hurgronje itu hafal Alquran, Sahih Bukhori, Sahih Muslim, Alfiyyah Ibnu Malik, Fathul Mu’in, tapi tidak islam, sebab tuganya menghancurkan Islam Indonesia, karena Islam Indonesia selalu melawan Belanda. Sultan Hasanuddin, santri. Pangeran Diponegoro atau Mbah Abdul Hamid, santri. Sultan Agung, santri. Mbah Zaenal Mustofa, santri. Semua santri kok mewlawan Belanda.


Akhirnya ada orang belajar secara khusus tentang Islam, untuk mencari rahasia bagaimana caranya Islam Indonesia ini remuk, namanya C. Snock Hurgronje. C. Snock Hurgronje masuk ke Indonesia dengan menyamar namanya Syekh Abdul Ghaffar. Tapi C. Snock Hurgronje belajar Islam, menghafalkan Alquran dan Hadis di Arab. Maka akhirnya paham betul Islam.


Begitu ke Indonesia, C. Snock Hurgronje bingung: mencari Islam dengan wajah Islam, tidak ketemu. Ternyata Islam yang dibayangkan dan dipelajari C. Snock Hurgronje itu tidak ada.


Mencari Allah disini tidak ketemu, ketemunya pangeran. Padahal ada pangeran namanya Pangeran Diponegoro. Mencari istilah shalat tidak ketemu, ketemunya sembahyang. Mencari syaikhun, ustadzun, tidak ketemu, ketemunya kiai. Padahal ada nama kerbau namanya kiai slamet. Mencari mushalla tidak ketemu, ketemunya langgar.


Maka, ketika C. Snock Hurgronje bingung, dibantu Van Der Plas. Ia menyamar dengan nama Syeh Abdurrahman. Mereka memulai dengan belajar bahasa Jawa. Karena ketika masuk Indonesia, mereka sudah bisa bahasa Indonesia, bahasa Melayu, tapi tidak bisa bahasa Jawa. Begitu belajar bahasa Jawa, mereka bingung, strees. Orang disini makanannya nasi (sego). C. Snock Hurgronje tahu bahasa beras itu, bahasa inggrisnya rice, bahasa arabnya ar-ruz. Yang disebut ruz, ketika di sawah, namanya pari, padi. Disana masih ruz, rice. Begitu padi dipanen, namanya ulen-ulen, ulenan. Disana masih ruz, rice. Jadi ilmunya sudah mulai kucluk, konslet. Begitu ditutu, ditumbuk, digiling, mereka masih mahami ruz, rice, padahal disini sudah dinamai gabah. Begitu dibuka, disini namanya beras, disana masih ruz, rice. Begitu bukanya cuil, disini namanya menir, disana masih ruz, rice. Begitu dimasak, disini sudah dinamai sego, nasi, disana masih ruz, rice. Begitu diambil cicak satu, disini namanya upa, disana namanya masih ruz, rice. Begitu dibungkus daun pisang, disini namanya lontong, sana masih ruz, rice. Begitu dibungkus janur kuning namanya ketupat, sana masih ruz, rice. Ketika diaduk dan ajur, lembut, disini namanya bubur, sana namanya masih ruz, rice.


Inilah bangsa aneh, yang membuat C. Snock Hurgronje judeg, pusing. Mempelajari Islam Indonesia tidak paham, akhirnya mencirikan Islam Indonesia dengan tiga hal: (1)kethune miring  sarunge nglinting (berkopiah miring dan bersarung ngelinting), (2)mambu rokok (bau rokok), (3)tangane gudigen (tangannya berpenyakit kulit). Cuma tiga hal itu catatan (pencirian Islam Indonesia) C. Snock Hurgronje di Perpustakaan Leiden, Belanda. Tidak pernah ada cerita apa-apa, yang lain sudah biasa.


Maka, jangankan C. Snock Hurgronje, orang Indonesia saja kadang tidak paham dengan Islam Indonesia, karena kelamaan di Arab. Iihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah. Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah. Padahal itu produk Islam Indonesia. Kelamaan diluar Indonesia, jadi tidak paham. Masuk kesini sudah kemlinthi, sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” (saja). Padahal, disini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”.


Lha, akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia. Kenapa? Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya. Kenapa? Karena Islam Indonesia ini sari pati (essensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia. Kenapa? Karena Islam tumbuhnya tidak disini, tetapi di Arab. Rasulullah orang Arab. Bahasanya bahasa Arab. Yang dimakan juga makanan Arab. Budayanya budaya Arab. Kemudian Islam datang kesini, ke Indonesia.


Kalau Islam masuk ke Afrika itu mudah, tidak sulit, karena waktu itu peradaban mereka masih belum maju, belum terdidik. Orang belum terdidik itu mudah dijajah. Seperti pilkada, misalnya, diberi 20.000 atau mie instan sebungkus, beres. Kalau mengajak orang berpendidikan, sulit, dikasih 10 juta belum tentu mau.


Islam datang ke Eropa juga dalam keadaan terpuruk. Tetapi Islam datang kesini, mikir-mikir dulu, karena bangsa sedang dalam kuat-kuatnya. Bangsa anda sekalian itu bukan bangsa kecoak. Ini karena ketika itu sedang ada dalam kekuasaan negara terkuat yang menguasai 2/3 dunia, namanya Majapahit. Majapahit ini bukan negara sembarangan. Universitas terbesar di dunia ada di Majapahit, namanya Nalanda. Hukum politik terbaik dunia yang menjadi rujukan ada di Indonesia, waktu itu ada di Jawa, kitabnya bernama Negarakertagama. Hukum sosial terbaik ada di Jawa, namanya Sutasoma. Bangsa ini tidak bisa ditipu, karena orangnya pintar-pintar dan kaya-kaya.


Cerita surga di Jawa itu tidak laku. Surga itu (dalam penggambaran Alquran): tajri min tahtihal anhaar (airnya mengalir), seperti kali. Kata orang disini: “mencari air kok sampai surga segala? Disini itu, sawah semua airnya mengalir.” Artinya, pasti bukan itu yang diceritakan para ulama penyebar Islam. Cerita surga tentang buahnya banyak juga tidak, karena disini juga banyak buah. Artinya dakwah disini tidak mudah. Diceritain pangeran, orang Jawa sudah punya Sanghyang Widhi. Diceritain ka’bah orang jawa juga sudah punya stupa: sama-sama batunya dan tengahnya sama berlubangnya. Dijelaskan menggunakan tugu Jabal Rahmah, orang Jawa punya Lingga Yoni. Dijelaskan memakai hari raya kurban, orang Jawa punya peringatan hari raya kedri. Sudah lengkap. Islam datang membawa harta-benda, orang Jawa juga tidak doyan. Kenapa? Orang Jawa beragama hindu. Hindu itu, orang kok ngurusin dunia, kastanya keempat: Sudra. Yang boleh bicara agama adalah orang Brahmana, kasta yang sudah tidak membicarakan dunia. Dibawah Brahmana ada kasta Ksatria, seperti kalau sekarang bupati. Ini juga tidak boleh bicara agama, karena masih ngurusin dunia. Dibawah itu ada kasta namanya Wesya (Waisya), kastanya pegawai negeri. Kasta ini tidak boleh bicara agama. Dibawah itu ada petani, pedagang dan saudagar, ini kastanya Sudra. Kasta ini juga tidak boleh bicara agama. Jadi kalau ada cerita Islam dibawa oleh para saudagar, tidak bisa dterima akal. Secara teori ilmu pengetahuan ditolak, karena saudagar itu Sudra dan Sudra tidak boleh bicara soal agama. Yang cerita Islam dibawa saudagar ini karena saking judeg-nya, bingungnya memahami Islam di Indonesia. Dibawahnya ada kasta Paria, yang hidup dengan meminta, mengemis. Dibawah Paria ada pencopet, namanya kasta Tucca. Dibawah Tucca ada maling, pencuri, namanya kasta Mlecca. Dibawahnya lagi ada begal, perampok, namanya kasta Candala.


Anak-anak muda NU harus tahu. Itu semua nantinya terkait dengan Nahdlatul Ulama.


Akhirnya para ulama kepingin, ada tempat begitu bagusnya, mencoba diislamkan. Ulama-ulama dikirim ke sini. Namun mereka menghadapi masalah, karena orang-orang disini mau memakan manusia. Namanya aliran Bhairawa. Munculnya dari Syiwa. Mengapa ganti Syiwa, karena Hindu Brahma bermasalah. Hindu Brahma, orang Jawa bisa melakukan tetapi matinya sulit. Sebab orang Brahma matinya harus moksa atau murco. Untuk moksa harus melakukan upawasa. Upawasa itu tidak makan, tidak minum, tidak ngumpulin istri, kemudian badannya menyusut menjadi kecil dan menghilang. Kadang ada yang sudah menyusut menjadi kecil, tidak bisa hilang, gagal moksa, karena teringat kambingnya, hartanya. Lha ini terus menjadi jenglot atau batara karang. Jika anda menemukan jenglot ini, jangan dijual mahal karena itu produk gagal moksa.


Akhirnya, ada yang mencari ilmu yang lebih mudah, namanya ilmu ngrogoh sukmo. Supaya bisa mendapat ilmu ini, mencari ajar dari Kali. Kali itu dari Durga. Durga itu dari Syiwa, mengajarkan Pancamakara. Supaya bisa ngrogoh sukmo, semua sahwat badan dikenyangi, laki-laki perempuan melingkar telanjang, menghadap arak dan ingkung daging manusia. Supaya syahwat bawah perut tenang, dikenyangi dengan seks bebas. Sisa-sisanya sekarang ada di Gunung Kemukus. Supaya perut tenang, makan tumpeng. Supaya pikiran tenang, tidak banyak pikiran, minum arak. Agar ketika sukma keluar dari badan, badan tidak bergerak, makan daging manusia. Maka jangan heran kalau tumbuh Sumanto. Ketika sudah pada bisa ngrogoh sukmo, ketika sukmanya pergi di ajak mencuri namanya ngepet. Sukmanya pergi diajak membunuh manusia namanya santet. Ketika sukmanya diajak pergi diajak mencintai wanita namanya pelet.


Maka kemudian di Jawa tumbuh ilmu santet, pelet dan ngepet. 1500 ulama yang dipimpin Sayyid Aliyudin habis di-ingkung oleh orang Jawa. Untuk menghindari pembunuhan lagi, maka dari Turki Utsmani mengirim kembali ulama dari Iran, yang tidak bisa dimakan orang Jawa, namanya Sayyid Syamsuddin Albaqir Alfarsi. Karena lidah orang Jawa sulit menyebutnya, kemudian di Jawa terkenal dengan sebutan Syekh Subakir. Di Jawa ini di duduki Syekh Subakir, kemudian mereka diusir, ada yang lari ke Pantai Selatan, Karang Bolong, Srandil Cicalap, Pelabuhan Ratu, dan Banten. Di namai Banten, di ambil dari bahasa Sansekerta, artinya Tumbal. Yang lari ke timur, naik Gunung Lawu, Gunung Kawi, Alas Purwo Banyuwangi (Blambangan). Disana mereka dipimpin Menak Sembuyu dan Bajul Sengoro. Karena Syekh Subakir sepuh, dilanjutkan kedua muridnya namanya Mbah Ishak (Maulana Ishak) dan Mbah Brahim (Ibrahim Asmoroqondi), melanjutkan pengejaran. Menak Sembuyu menyerah, anak perempuannya bernama Dewi Sekardadu dinikahi Mbah Ishak, melahirkan Raden Ainul Yaqin Sunan Giri yang dimakamkan di Gresik. Sebagian lari ke Bali, sebagian lari ke Kediri, menyembah Patung Totok Kerot, diuber Sunan Bonang, akhirnya menyerah. Setelah menyerah, melingkarnya tetap dibiarkan tetapi jangan telanjang, arak diganti air biasa, ingkung manusia diganti ayam, matra ngrogoh sukmo diganti kalimat tauhid; laailaahaillallah. Maka kita punya adat tumpengan. Kalau ada orang banyak komentar mem-bid’ah-kan, diceritain ini. kalau ngeyel, didatangi: tapuk mulutnya. Ini perlu diruntutkan, karena NU termasuk yang masih mengurusi beginian.


Habis itu dikirim ulama yang khusus mengajar ngaji, namanya Sayyid Jamaluddin al-Husaini al-Kabir. Mendarat di (daerah) Merapi. Orang Jawa sulit mengucapkan, maka menyebutnya Syekh Jumadil Kubro. Disana punya murid namanya Syamsuddin, pindah ke Jawa Barat, membuat pesantren puro di daerah Karawang. Punya murid bernama Datuk Kahfi, pindah ke Amparan Jati, Cirebon. Punya murid Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Inilah yang bertugas mengislamkan Padjajaran. Maka ada Rara Santang, Kian Santang dan Walangsungsang.


Nah, Syekh Jumadil Kubro punya putra punya anak bernama Maulana Ishak dan Ibrahim Asmoroqondi, bapaknya Walisongo. Mbah Ishak melahirkan Sunan Giri. Mbah Ibrahim punya anak Sunan Ampel. Inilah yang bertugas mengislamkan Majapahit.


Mengislamkan Majapahit itu tidak mudah. Majapahit orangnya pinter-pinter. Majapahit Hindu, sedangkan Sunan Ampel Islam. Ibarat sawah ditanami padi, kok malah ditanami pisang. Kalau anda begitu, pohon pisang anda bisa ditebang. Sunan Ampel berpikir bagaimana caranya? Akhirnya beliau mendapat petunjuk ayat Alquran. Dalam surat Al-Fath, 48:29 disebutkan:


“……………. masaluhum fit tawrat wa masaluhum fil injil ka zar’in ahraja sat’ahu fa azarahu fastagladza fastawa ‘ala sukıhi yu’jibuz zurraa, li yagidza bihimul kuffar………”


Artinya: “…………Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin)……………”


Islam itu seperti tanaman yang memiliki anak-anaknya, kemudian hamil, kemudian berbuah, ibu dan anaknya bersama memenuhi pasar, menakuti orang kafir. Tanaman apa yang keluar anaknya dulu baru kemudian ibunya hamil? Jawabannya adalah padi. Maka kemudian Sunan Ampel dalam menanam Islam seperti menanam padi. Kalau menanam padi tidak di atas tanah, tetapi dibawah tanah, kalau diatas tanah nanti dipatok ayam, dimakan tikus.


Mau menanam Allah, disini sudah ada istilah pangeran. Mau menanam shalat, disini sudah ada istilah sembahyang. Mau mananam syaikhun, ustadzun, disini sudah ada kiai. Menanam tilmidzun, muridun, disini sudah ada shastri, kemudian dinamani santri. Inilah ulama dulu, menanamnya tidak kelihatan. Kalau sekarang dibalik: akhi, ukhti. Menanamnya pelan-pelan, sedikit demi sedikit: kalimat syahadat, jadi kalimasada. Syahadatain, jadi sekaten. Mushalla, jadi langgar. Sampai itu jadi bahasa masyarakat.


Yang paling sulit mememberi pengertian orang Jawa tentang mati. Kalau Hindu kan ada reinkarnasi. Kalau dalam Islam, mati ya mati (tidak kembali ke dunia). Ini paling sulit, butuh strategi kebudayaan. Ini pekerjaan paling revolusioner waktu itu. Tidak main-main, karena ini prinsip. Prinsip inna lillahi wa inna ilaihi rajiun berhadapan dengan reinkarnasi. Bagaimana caranya? Oleh Sunan Ampel, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun kemudian di-Jawa-kan: Ojo Lali Sangkan Paraning Dumadi.


Setelah lama diamati oleh Sunan Ampel, ternyata orang Jawa suka tembang, nembang, nyanyi. Beliau kemudian mengambil pilihan: mengajarkan hal yang sulit itu dengan tembang. Orang Jawa memang begitu, mudah hafal dengan tembang. Orang Jawa, kehilangan istri saja tidak lapor polisi, tapi nyanyi: ndang baliyo, Sri, ndang baliyo. Lihat lintang, nyanyi: yen ing tawang ono lintang, cah ayu. Lihat bebek, nyanyi: bebek adus kali nucuki sabun wangi. Lihat enthok: menthok, menthok, tak kandhani, mung rupamu. Orang Jawa suka nyanyi, itulah yang jadi pelajaran. Bahkan, lihat silit (pantat) saja nyanyi: …ndemok silit, gudighen.


Maka akhirnya, sesuatu yang paling sulit, berat, itu ditembangkan. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun diwujudkan dalam bentuk tembang bernama Macapat. Apa artinya Macapat? Bahwa orang hidup harus bisa membaca perkara Empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang berada dalam raga ketika turun di dunia. Nyawa itu produk akhirat. Kalau raga produk dunia. Produk dunia makanannya dunia, seperti makan. Yang dimakan, sampah padatnya keluar lewat pintu belakang, yang cair keluar lewat pintu depan. Ada sari makanan yang disimpan, namanya mani (sperma). Kalau mani ini penuh, bapak akan mencari ibu, ibu mencari bapak, kemudian dicampur dan dititipkan di rahim ibu. Tiga bulan jadi segumpal darah, empat bulan jadi segumpal daging. Inilah produk dunia. Begitu jadi segumpal daging, nyawa dipanggil. “Dul, turun ya,”. “Iya, Ya Allah”. “Alastu birabbikum?” (apakah kamu lupa kalau aku Tuhanmu?). “Qalu balaa sahidnya,” (Iya Ya Allah, saya jadi saksi-Mu), jawab sang nyawa,.”fanfuhur ruuh”(maka ditiupkanlah ruh itu ke daging). Maka daging itu menjadi hidup. Kalau tidak ditiup nyawa, tidak hidup daging ini. (lihat, a.l.: Q.S. Al-A’raf, 7:172, As-Sajdah: 7 -10, Al-Mu’min: 67, ed.)


Kemudian, setelah sembilan bulan, ruh itu keluar dengan bungkusnya, yaitu jasad. Adapun jasadnya sesuai dengan orang tuangya: kalau orang tuanya pesek anaknya ya pesek; orang tuanya hidungnya mancung anaknya ya mancung; orang tuanya hitam anaknya ya hitam; kalau orang tuanya ganteng dan cantik, lahirnya ya cantik dan ganteng.


Itu disebut Tembang Mocopat: orang hidup harus membaca perkara empat. Keempat itu adalah teman nyawa yang menyertai manusia ke dunia, ada di dalam jasad. Nyawa itu ditemani empat: dua adalah Iblis yang bertugas menyesatkan, dan dua malaikat yang bertugas nggandoli, menahan. Jin qarin dan hafadzah. Itu oleh Sunan Ampel disebut Dulur Papat Limo Pancer. Ini metode mengajar. Maka pancer ini kalau mau butuh apa-apa bisa memapakai dulur tengen (teman kanan) atau dulur kiwo (teman kiri). Kalau pancer kok ingin istri cantik, memakai jalan kanan, yang di baca Ya Rahmanu Ya Rahimu tujuh hari di masjid, yang wanita nantinya juga akan cinta. Tidak mau dulur tengen, ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Jaran Goyang, ya si wanita jadinya cinta, sama saja. Kepingin perkasa, kalau memakai kanan yang dipakai kalimah La haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim. Tak mau yang kanan ya memakai yang kiri, yang dibaca aji-aji Bondowoso, kemudian bisa perkasa. Mau kaya kalau memakai jalan kanan ya shalat dhuha dan membaca Ya Fattaahu Ya Razzaaqu, kaya. Kalau tidak mau jalan kanan ya jalan kiri, membawa kambing kendhit naik ke gunung kawi, nanti pulang kaya.


Maka, kiai dengan dukun itu sama; sama hebatnya kalau tirakatnya kuat. Kiai yang ‘alim dengan dukun yang tak pernah mandi, jika sama tirakatnya, ya sama saktinya: sama-sama bisa mencari barang hilang. Sama terangnya. Bedanya: satu terangnya lampu dan satunya terang rumah terbakar. Satu mencari ayam dengan lampu senter, ayamnya ketemu dan senternya utuh; sedangkan yang satu mencari dengan blarak (daun kelapa kering yang dibakar), ayamnya ketemu, hanya blarak-nya habis terbakar. Itu bedanya nur dengan nar.


Maka manusia ini jalannya dijalankan seperti tembang yang awalan, Maskumambang: kemambange nyowo medun ngalam ndunyo, sabut ngapati, mitoni, ini rohaninya, jasmaninya ketika dipasrahkan bidan untuk imunisasi. Maka menurut NU ada ngapati, mitoni, karena itu turunnya nyawa.


Setelah Maskumambang, manusia mengalami tembang Mijil. Bakal Mijil: lahir laki-laki dan perempuan. Kalau lahir laki-laki aqiqahnya kambing dua, kalau lahir perempuan aqiqahnya kambing satu.


Setelah Mijil, tembangnya Kinanti. Anak-anak kecil itu, bekalilah dengan agama, dengan akhlak. Tidak mau ngaji, pukul. Masukkan ke TPQ, ke Raudlatul Athfal (RA). Waktunya ngaji kok tidak mau ngaji, malah main layangan, potong saja benangnya. Waktu ngaji kok malah mancing, potong saja kailnya. Anak Kinanti ini waktunya sekolah dan ngaji. Dibekali dengan agama, akhlak.


Kalau tidak, nanti keburu masuk tembang Sinom: bakal menjadi anak muda (cah enom), sudah mulai ndablek, bandel.


Apalagi, setelah Sinom, tembangnya Asmorodono, mulai jatuh cinta. Tai kucing serasa coklat. Tidak bisa di nasehati.


Setelah itu manusia disusul tembang Gambuh, laki-laki dan perempuan bakal membangun rumah tangga, rabi, menikah.


Setelah Gambuh, adalah tembang Dhandanggula. Merasakan manis dan pahitnya kehidupan.


Setelah Dhandanggula, menurut Mbah Ampel, manusia mengalami tembang Dhurma. Dhurma itu: darma bakti hidupmu itu apa? Kalau pohon mangga setelah berbuah bisa untuk makanan codot, kalau pisang berbuah bisa untuk makanan burung, lha buah-mu itu apa? Tenagamu mana? Hartamu mana? Ilmumu mana yang didarmabaktikan untuk orang lain? Khairunnas anfa’uhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya.


Sebab, kalau sudah di Dhurma tapi tidak darma bakti, kesusul tembang Pangkur. Anak manusia yang sudah memunggungi dunia: gigi sudah copot, kaki sudah linu. Ini harus sudah masuk masjid. Kalau tidak segera masuk masjid kesusul tembang Megatruh: megat, memutus raga beserta sukmanya. Mati.


Terakhir, tembangnya Pucung. Lha ini, kalau Hindu reinkarnasi, kalau Islam Pucung. Manusia di pocong Sluku-sluku Bathok, dimasukkan pintu kecil. Makanya orang tua (dalam Jawa) dinamai buyut, maksudnya: siap-siap mlebu lawang ciut (siap-siap masuk pintu kecil).


Adakah yang mengajar sebaik itu di dunia?


Kalau sudah masuk pintu kecil, ditanya Malaikat Munkar dan Nakir. Akhirnya itu, yang satu reinkarnasi, yang satu buyut. Ditanya: “Man rabbuka?”, dijawab: “Awwloh,”. Ingin disaduk Malaikat Mungkar – Nakir, karena tidak bisa mengucapkan Allah. Ketika ingin disaduk, Malaikat Rakib menghentikan: “Jangan disiksa, ini lidah Jawa”. Tidak punya alif, ba, ta, punyanya ha, na, ca, ra, ka. “Apa sudah mau ngaji?”kata Mungkar – Nakir. “Sudah, ini ada catatanya, NU juga ikut, namun belum bisa sudah meninggal”. “Yasudah, meninggalnya orang yang sedang belajar, mengaji, meninggal yang dimaafkan oleh Allah.”


Maka, seperti ini itu belajar. Kalau tidak mau belajar, ditanya, “Man rabbuka?”, menjawab, “Ha……..???”. langsung dipukul kepalanya:”Plaakkk!!”. Di-canggah lehernya oleh malaikat. Kemudian jadi wareng, takut melihat akhirat, masukkan ke neraka, di-udek oleh malaikat, di-gantung seperti siwur, iwir-iwir, dipukuli modal-madil seperti tarangan bodhol, ajur mumur seperti gedhebok bosok. Maka, pangkat manusia, menurut Sunan Ampel: anak – bapak – simbah – mbah buyut – canggah – wareng – udek-udek – gantung siwur – tarangan bodol – gedhebok bosok. Lho, dipikir ini ajaran Hindu. Kalau seperti ini ada yang bilang ajaran Hindu, kesini, saya tapuk mulutnya!


Begitu tembang ini jadi, kata Mbah Bonang, masa nyanyian tidak ada musiknya. Maka dibuatkanlah gamelan, yang bunyinya Slendro Pelok: nang ning nang nong, nang ning nang nong, ndang ndang, ndang ndang, gung. Nang ning nang nong: yo nang kene yo nang kono (ya disini ya disana); ya disini ngaji, ya disana mencuri kayu. Lho, lha ini orang-orang kok. Ya seperti disini ini: kelihatannya disini shalawatan, nanti pulang lihat pantat ya bilang: wow!. Sudah hafal saya, melihat usia-usia kalian. Ini kan kamu pas pakai baju putih. Kalau pas ganti, pakainya paling ya kaos Slank.


Nah, nang ning nang nong, hidup itu ya disini ya disana. Kalau pingin akhiran baik, naik ke ndang ndang, ndang ndang, gung. Ndang balik ke Sanghyang Agung. Fafirru illallaah, kembalilah kepada Allah. Pelan-pelan. Orang sini kadang tidak paham kalau itu buatan Sunan Bonang.


Maka, kemudian, oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, dibuatkan tumpeng agar bisa makan. Begitu makan kotor semua, dibasuh dengan tiga air bunga: mawar, kenanga dan kanthil. Maksudnya: uripmu mawarno-warno, keno ngono keno ngene, ning atimu kudhu kanthil nang Gusti Allah (Hidupmu berwarna-warni, boleh seperti ini seperti itu, tetapi hatimu harus tertaut kepada Allah). Lho, ini piwulang-piwulangnya, belum diajarkan apa-apa. Oleh Sunan Kalijaga, yang belum bisa mengaji, diajari Kidung Rumekso Ing Wengi. Oleh Syekh Siti Jenar, yang belum sembahyang, diajari syahadat saja.


Ketika tanaman ini sudah ditanam, Sunan Ampel kemudian ingin tahu: tanamanku itu sudah tumbuh apa belum? Maka di-cek dengan tembang Lir Ilir, tandurku iki wis sumilir durung? Nek wis sumilir, wis ijo royo-royo, ayo menek blimbing. Blimbing itu ayo shalat. Blimbing itu sanopo lambang shalat.


Disini itu, apa-apa dengan lambang, simbol: kolo-kolo teko, janur gunung. Udan grimis panas-panas, caping gunung.


Blimbing itu bergigir lima. Maka, cah angon, ayo menek blimbing. Tidak cah angon ayo memanjat mangga.


Akhirnya ini praktek, shalat. Tapi prakteknya beda. Begitu di ajak shalat, kita beda. Disana, shalat ‘imaadudin, lha shalat disini, tanamannya mleyor-mleyor, berayun-ayun. Disana dipanggil jam setengah duabelas kumpul. Kalau disini dipanggil jam segitu masih disawah, di kebung, angon bebek, masih nyuri kayu. Maka manggilnya pukul setengah dua.


Adzanlah muadzin, orang yang adzan. Setelah ditunggu, tunggu, kok tidak datang-datang. Padahal tugas imam adalah menunggu makmum. Ditunggu memakai pujian.


Rabbana ya rabbaana, rabbana dholamna angfusana, – sambil tolah-toleh, mana ini makmumnya – wainlam taghfirlana, wa tarhamna lanakunanna minal khasirin. Datang satu, dua, tapi malah merokok di depan masjid. Tidak masuk.


Maka oleh Mbah Ampel: Tombo Ati, iku ono limang perkoro…... Sampai pegal, ya mengobati hati sendiri saja. Sampai sudah lima kali kok tidak datang-datang, maka kemudian ada pujian yang agak galak: di urugi anjang-anjang……., langsung deh, para makmum buruan masuk. Itu tumbuhnya dari situ.


Kemudian, setelah itu shalat. Shalatnya juga tidak sama. Shalat disana, dipanah kakinya tidak terasa, disini beda. Begitu Allau Akbar, matanya bocor: itu mukenanya berlubang, kupingnya bocor, ting-ting-ting, ada penjual bakso. Hatinya bocor: protes imamnya membaca surat kepanjangan. Nah, ini ditambal oleh para wali, setelah shalat diajak dzikir, laailaahaillallah.


Hari ini, ada yang protes: dzikir kok kepalanya gedek-gedek, geleng-geleng? Padahal kalau sahabat kalau dzikir diam saja. Lho, sahabat kan muridnya nabi. Diam saja hatinya sudah ke Allah. Lha orang sini, di ajak dzikir diam saja, ya malah tidur. Bacaanya dilantunkan dengan keras, agar makmum tahu apa yang sedang dibaca imam.


Kemudian, dikenalkanlah nabi. Orang sini tidak kenal nabi, karena nabi ada jauh disana. Kenalnya Gatot Kaca. Maka pelan-pelan dikenalkan nabi. Orang Jawa yang tak bisa bahasa Arab, dikenalkan dengan syair:


kanjeng Nabi Muhammad,


lahir ono ing Mekkah,


dinone senen,


rolas mulud tahun gajah.


 


Inilah cara ulama-ulama dulu mengajarkan Islam, agar masyarakat disini kenal dan paham ajaran nabi. Ini karena nabi milik orang banyak (tidak hanya bangsa Arab saja). Wamaa arsalnaaka illa rahmatal lil ‘aalamiin; Aku (Allah) tidak mengutusmu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.


Maka, shalawat itu dikenalkan dengan cara berbeda-beda. Ada yang sukanya shalawat ala Habib Syekh, Habib Luthfi, dll. Jadi jangan heran kalau shalawat itu bermacam-macam. Ini beda dengan wayang yang hanya dimiliki orang Jawa.


Orang kalau tidak tahu Islam Indonesia, pasti bingung. Maka Gus Dur melantunkan shalawat memakai lagu dangdut. Astaghfirullah, rabbal baraaya, astaghfirullah, minal khataaya, ini lagunya Ida Laila:  Tuhan pengasih lagi penyayang, tak pilih kasih, tak pandang sayang. Yang mengarang namanya Ahmadi dan Abdul Kadir. Nama grupnya Awara. Ida Laila ini termasuk Qari’ terbaik dari Gresik. Maka lagunya bagus-bagus dan religius, beda dengan lagu sekarang yang mendengarnya malah bikin kepala pusing.


Sistem pembelajaran yang seperti ini, yang dilakukan oleh para wali. Akhirnya orang Jawa mulai paham Islam.


Namun selanjutnya Sultan Trenggono tidak sabaran: menerapkan Islam dengan hukum, tidak dengan budaya.


“Urusanmu kan bukan urusan agama, tetapi urusan negara,” kata Sunan Kalijaga. “Untuk urusan agama, mengaji, biarlah saya yang mengajari,” imbuhnya.


Namun Sultan Trenggono terlanjur tidak sabar. Semua yang tidak sesuai dan tidak menerima Islam di uber-uber.


Kemudian Sunan Kalijaga memanggil anak-anak kecil dan diajari nyanyian:


Gundul-gundul pacul, gembelengan


Nyunggi-nyunggi wangkul, petentengan


Wangkul ngglimpang segane dadi sak latar 2x


 


Gundul itu kepala. Kepala itu ra’sun. Ra’sun itu pemimpin. Pemimpin itu ketempatan empat hal: mata, hidung, lidah dan telinga. Empat hal itu tidak boleh lepas. Kalau sampai empat ini lepas, bubar. Mata kok lepas, sudah tidak bisa melihat rakyat. Hidung lepas sudah tidak bisa mencium rakyat. Telinga lepas sudah tidak mendengar rakyat. Lidah lepas sudah tidak bisa menasehati rakyat. Kalau kepala sudah tidak memiliki keempat hal ini, jadinya gembelengan. Kalau kepala memangku amanah rakyat kok gembelengan, menjadikan wangkul ngglimpang, amanahnya kocar-kacir. Apapun jabatannya, jika nanti menyeleweng, tidak usah di demo, nyanyikan saja Gundul-gundul pacul. Inilah cara orang dulu, landai.


Akhirnya semua orang ingin tahu bagaimana cara orang Jawa dalam ber-Islam. Datuk Ribandang, orang Sulawesi, belajar ke Jawa, kepada Sunan Ampel. Pulang ke Sulawesi menyebarkan Islam di Gunung Bawakaraeng, menjadilah cikal bakal Islam di Sulawesi. Berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di penjuru Sulawesi. Khatib Dayan belajar Islam kepada Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ketika kembali ke Kalimantan, mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan. Ario Damar atau Ario Abdillah ke semenanjung Sumatera bagian selatan,menyebarkan dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Sumatera.


Kemudian Londo (Belanda) datang. Mereka semua – seluruh kerajaan yang dulu dari Jawa – bersatu melawan Belanda. Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut wilayah, artinya tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita ditinggali wilayah. Inilah Nahdlatul Ulama, baik agama maupun wilayah, adalah satu kesatuan: NKRI Harga Mati.


Maka di mana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan nama wilayah? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di dunia dalam kekuasaan ada pertanggungjawaban. Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggungjawabi disebut ra’iyyah. Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan ra’iyyah atau rakyat. Begini kok banyak yang bilang tidak Islam.


Nah, sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini, dzaahiran wa baatinan, akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.


Kenapa kok bernama Nahdlatul Ulama. Dan kenapa yang menyelamatkan Indonesia kok Nahdlatul Ulama? Karena diberi nama Nahdlatul Ulama. Nama inilah yang menyelamatkan. Sebab dengan nama Nahdlatul Ulama, orang tahu kedudukannya: bahwa kita hari ini, kedudukannya hanya muridnya ulama. Meski, nama ini tidak gagah. KH. Ahmad Dahlah menamai organisasinya Muhammadiyyah: pengikut Nabi Muhammad, gagah. Ada lagi organisasi, namanya Syarekat Islam, gagah. Yang baru ada Majelis Tafsir Alquran, gagah namanya. Lha ini “hanya” Nahdlatul Ulama. Padahal ulama kalau di desa juga ada yang hutang rokok.


Tapi Nahdlatul Ulama ini yang menyelamatkan, sebab kedudukan kita hari ini hanya muridnya ulama. Yang membawa Islam itu Kanjeng Nabi. Murid Nabi namanya Sahabat. Murid sahabat namanya tabi’in. Tabi’in bukan ashhabus-shahabat, tetapi tabi’in, maknanya pengikut. Murid Tabi’in namanya tabi’it-tabi’in, pengikutnya pengikut. Muridnya tabi’it-tabi’in namanya tabi’it-tabi’it-tabi’in, pengikutnya pengikutnya pengikut. Lha kalau kita semua ini namanya apa?


Kita muridnya KH Hasyim Asy’ari. Lha KH Hasyim Asy’ari hanya muridnya Kiai Asyari. Kiai Asyari mengikuti gurunya, namanya Kiai Usman. Kiai Usman mengikuti gurunya namanya Kiai Khoiron, Purwodadi (Mbah Gareng). Kiai Khoiron murid Kiai Abdul Halim, Boyolali. Mbah Abdul Halim murid Kiai Abdul Wahid. Mbah Abdul Wahid itu murid Mbah Sufyan. Mbah Sufyan murid Mbah Jabbar, Tuban. Mbah Jabbar murid Mbah Abdur Rahman, murid Pangeran Sambuh, murid Pangeran Benowo, murid Mbah Tjokrojoyo, Sunan Geseng. Sunan Geseng hanya murid Sunan Kalijaga, murid Sunan Bonang, murid Sunan Ampel, murid Mbah Ibrahim Asmoroqondi, murid Syekh Jumadil Kubro, murid Sayyid Ahmad, murid Sayyid Ahmad Jalaludin, murid Sayyid Abdul Malik, murid Sayyid Alawi Ammil Faqih, murid Syekh Ahmad Shohib Mirbath, murid Sayyid Ali Kholiq Qosam, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Alwi, murid Sayyid Ahmad Al-Muhajir, murid Sayyid Isa An-Naquib, murid Sayyid Ubaidillah, murid Sayyid Muhammad, murid Sayyid Ali Uraidi, murid Sayyid Ja’far Shodiq, murid Sayyid Musa Kadzim, murid Sayyid Muhammad Baqir. Sayyid Muhammad Baqir hanya murid Sayyid Zaenal Abidin, murid Sayyidina Hasan – Husain, murid Sayiidina Ali karramallahu wajhah. Nah, ini yang baru muridnya Rasulullah saw.


Kalau begini nama kita apa? Namanya ya tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit-tabiit…, yang panjang sekali. Maka cara mengajarkannya juga tidak sama. Inilah yang harus difahami.


Rasulullah itu muridnya bernama sahabat, tidak diajari menulis Alquran. Maka tidak ada mushaf Alquran di jaman Rasulullah dan para sahabat. Tetapi ketika sahabat ditinggal wafat Rasulullah, mereka menulis Alquran. Untuk siapa? Untuk para tabi’in yang tidak bertemu Alquran. Maka ditulislah Alquran di jaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Utsman.


Tetapi begitu para sahabat wafat, tabi’in harus mengajari dibawahnya. Mushaf Alquran yang ditulis sahabat terlalu tinggi, hurufnya rumit tidak bisa dibaca. Maka pada tahun 65 hijriyyah diberi tanda “titik” oleh Imam Abu al-Aswad ad-Duali, agar supaya bisa dibaca.


Tabiin wafat, tabi’it tabi’in mengajarkan yang dibawahnya. Titik tidak cukup, kemudian diberi “harakat” oleh Syekh Kholil bin Ahmad al-Farahidi, guru dari Imam Sibawaih, pada tahun 150 hijriyyah.


Kemudian Islam semakin menyebar ke penjuru negeri, sehingga Alquran semakin dibaca oleh banyak orang dari berbagai suku dan ras. Orang Andalusia diajari “Waddluha” keluarnya “Waddluhe”. Orang Turki diajari “Mustaqiim” keluarnya “Mustaqiin”. Orang Padang, Sumatera Barat, diajari “Lakanuud” keluarnya “Lekenuuik”. Orang Sunda diajari “Alladziina” keluarnya “Alat Zina”. Di Jawa diajari “Alhamdu” jadinya “Alkamdu”, karena punyanya ha na ca ra ka. Diajari “Ya Hayyu Ya Qayyum” keluarnya “Yo Kayuku Yo Kayumu”. Diajari “Rabbil ‘Aalamin” keluarnya “Robbil Ngaalamin” karena punyanya ma ga ba tha nga. Orang Jawa tidak punya huruf “Dlot” punyanya “La”, maka “Ramadlan” jadi “Ramelan”. Orang Bali disuruh membunyikan “Shiraathal…” bunyinya “Sirotholladzina an’amtha ‘alaihim ghairil magedu bi’alaihim waladthoilliin”. Di Sulawesi, “’Alaihim” keluarnya “’Alaihing”.


Karena perbedaan logat lidah ini, maka pada tahun 250 hijriyyah, seorang ulama berinisiatif menyusun Ilmu Tajwid fi Qiraatil Quran, namanya Abu Ubaid bin Qasim bin Salam.


Ini yang kadang orang tidak paham pangkat dan tingkatan kita. Makanya tidak usah pada ribut. Murid ulama itu beda dengan murid Rasulullah. Murid Rasulullah, ketika dzikir dan diam, hatinya “online” langsung kepada Allah SWT. Kalau kita semua dzikir dan diam, malah jadinya tidur.


Maka disini, di Nusantara ini, jangan heran. Ibadah Haji, kalau orang Arab langsung lari ke Ka’bah. Muridnya ulama dibangunkan Ka’bah palsu di alun-alun, dari triplek atau kardus, namanya manasik haji. Nanti ketika hendak berangkat haji diantar orang se-kampung. Yang mau haji diantar ke asrama haji, yang mengantar pulangnya belok ke kebun binatang. Ini cara pembelajaran. Ini sudah murid ulama. Inilah yang orang belajar sekarang: kenapa Islam di Indonesia, Nahdlatul Ulama selamat, sebab mengajari manusia sesuai dengan hukum pelajarannya ulama.


Anda sekalian disuruh dzikir di rumah, takkan mau dzikir, karena muridnya ulama. Lha wong dikumpulkan saja lama kelamaan tidur. Ini makanya murid ulama dikumpulkan, di ajak berdzikir. Begitu tidur, matanya tidak dzikir, mulutnya tidak dzikir, tetapi, pantat yang duduk di majelis dzikir, tetap dzikir. Nantinya, di akhirat ketika “wa tasyhadu arjuluhum,” ada saksinya.


Orang disini, ketika disuruh membaca Alquran, tidak semua dapat membaca Alquran. Maka diadakan semaan Alquran. Mulut tidak bisa membaca, mata tidak bisa membaca, tetapi telinga bisa mendengarkan lantunan Alquran. Begitu dihisab mulutnya kosong, matanya kosong, di telinga ada Alqurannya.


Maka, jika bukan orang Indonesia, takkan mengerti Islam Indonesia. Mereka tidak paham, oleh karena, seakan-akan, para ulama dulu tidak serius dalam menanam. Sahadatain jadi sekaten. Kalimah sahadat jadi kalimosodo. Ya Hayyu Ya Qayyum jadi Yo Kayuku Yo Kayumu. Ini terkesan ulama dahulu tidak ‘alim. Ibarat pedagang, seperti pengecer. Tetapi, lima ratus tahun kemudian tumbuh subur menjadi Islam Indonesia. Jamaah haji terbanyak dari Indonesia. Orang shalat terbanyak dari Indonesia. Orang membaca Alquran terbanyak dari Indonesia. Dan Islam yang datang belakangan ini gayanya seperti grosir: islam kaaffah, begitu diikuti, mencuri sapi.


Dilihat dari sini, saya meminta, Tentara Nasional Indonesia, Polisi Republik Indonesia, jangan sekali-kali mencurigai Nahdlatul Ulama menanamkan benih teroris. Teroris tidak mungkin tumbuh dari Nahdlatul Ulama, karena Nahdlatul Ulama lahir dari Bangsa Indonesia. Tidak ada ceritanya Banser kok ngebom disini, sungkan dengan makam gurunya. Mau ngebom di Tuban, tidak enak dengan Mbah Sunan Bonang. Saya yang menjamin. Ini pernah saya katakan kepada Panglima TNI. Maka, anda lihat teroris di seluruh Indonesia, tidak ada satupun anak warga jamiyyah Nahdlatul Ulama.


Maka, Nahdlatul Ulama hari ini menjadi organisasi terbesar di dunia. Dari Muktamar Makassar jamaahnya sekitar 80 juta, sekarang di kisaran 120 juta. Yang lain dari 20 juta turun menjadi 15 juta. Kita santai saja. Lama-lama mereka tidak kuat, seluruh tubuh kok ditutup kecuali matanya. Ya kalau pas jualan tahu, lha kalau pas nderep di sawah bagaimana. Jadi kita santai saja.


Kita tidak pernah melupakan sanad, urut-urutan, karena itu cara Nahdlatul Ulama agar tidak keliru dalam mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad saw.


Tulisan ini adalah resume ceramah Kiai Ahmad Muwaffiq (PWNU DIY) di Halaman TPQ Matholi’ul Falah, Dk. Pesantren, Ds. Sembongin, Kec. Banjarejo, Kab. Blora, Jawa Tengah, pada 06 Agustus 2016. Dialihtuliskan dan diedit oleh Ahmad Naufa Khoirul Faizun. 


Sumber: Group Whatsapp Keluarga Ahbaburrosul