Rabu, 29 Maret 2017

AIR AQUARIUM, NAJISKAH???

DESKRIPSI MASALAH
Ada aquarium yang ukuran dan volume airnya tidak sampai dua qullah, lalu digunakan untuk memelihara ikan hias.

PERTANYAAN :
1. Bagaimana hukum airnya ? 
2. Adakah pendapat yang menyatakan bahwa kotoran ikan termasuk najis yang ma'fu ?
3. Bolehkah mengkonsumsi kotoran ikan seperti kinco (usus bandeng yang tidak dibersihkan)?

JAWABAN:
1. Menurut pendapat rajih dalam madzhab Syafi’I, kotoran ikan hukumnya najis, sehingga hukum air dalam aquarium yang kurang dari dua qullah hukumnya mutanajis karena keberadaan ikan di aquarium bertujuan untuk tafarruj (sekedar hiasan) yang termasuk kategori ‘abasan (sia-sia).

Uraian Jawaban :
Menurut madzhab Syafi'i seluruh kotoran binatang baik yang halal dimakan atau haram dimakan termasuk juga kotoran ikan, belalang atau hewan yang tidak mempunyai darah yang mengalir semuanya dihukumi najis. Pendapat inilah yang rojih (kuat), dipilih oleh mayoritas ulama termasuk ulama Syafiiyyah, karena berdasarkan sabda Rasulullah SAW bahwa kotoran binatang adalah riksun yang berarti najis. Disamping itu, kotoran ikan termasuk sesuatu yang keluar melewati dubur melalui proses pencernaan seperti layaknya ghoith (kotoran manusia).

Kotoran ikan termasuk dalam kategori kotoran yang keluar melalui dubur stelah proses pencernaan. Oleh karenanya, mayoritas ulama menghukumi najis, baik najis saat di sholat maupun najis di air. Meskipun begitu, sebagian ulama Khurasan menceritakan  pendapat yang lemah (wajhan dho'ifan) yang menyatakan sucinya kotoran ikan, belalang dan binatang yang darahnya tidak mengalir. (Lihat penjelasan Imam Nawawi dalam Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzab)

Terkait dengan air aquarium,  kotoran ikan yang berada dalam air kurang 2 kulah tentunya akan menjadikan air tersebut mutanajis. Hal ini dikarenakan kotoran ikan tidak termasuk najis yang dima'fu di air seperti binatang yang darahnya tidak mengalir.

Ulama menghukumi kotoran ikan termasuk najis yang dima'fu, jika tidak merubah sifat air dan keberadaannya di air bukan untuk tujuan yang tidak berarti ('abatsan) seperti sekedar buat senang-senang/hiburan (limujarrodi at-tafarruj). Tetapi, jika bukan untuk sekedar bersenang-senang seperti keberadaan ikan di sumur untuk menjaga kebersihan air maka hukum kotorannya dima'fu selama tidak merubah sifat air.

Terkait solusi, jika terjadi kerepotan kalau air aquarium atau kolam ikan dihukumi mutanajis, kita boleh saja mengamalkan pendapat kedua yang mengatakan kotoran ikan hukumnya suci. Di dalam Al-Wasith dijelaskan, jika bangkai ikan dihukumi suci, mestinya antara bangkai ikan dan kotorannya berstatus sama, mirip dengan nabat (tumbuhan). Kotoran ikan persis seperti cairan yang ada di dalam tubuhnya, sebagaimana cairan yang ada di dalam tumbuhan.

REFERENSI:
1. Majmu’ Syarh Muhadzab 2/550
2. Nihayat al Muhtaj 1/85
3. Tuhfat al Muhtaj 1/98
4. Kasyifatu Saja’ 1/98
5.Fathul Muin
6.Al-Wasith

2. Ada, yaitu :
- Pendapat yang menyatakan kotoran ikan dima’fu ketika dalam air dengan syarat tidak merubah air dan keberadaan ikan bukan ‘abasan (sia-sia)
- Pendapat yang menyatakan dima’fu di mulut dan tangan ketika memakanya.

Uraian Jawaban :
Kotoran ikan berdasarkan pendapat jumhur ulama dihukumi najis. Sekarang timbul pertanyaan, adakah pendapat yang mengatakan hukumnya najis yang dima'fu? Artinya meski najis tapi di maafkan sehingga disamakan hukumnya dengan barang suci.

Ada beberapa sebab yang menjadikan najis menjadi dima'fu, antara lain kesulitan menghindarkan barang suci dari najis (li 'usril ihtiroz). Seperti memakan ulat buah bersama buahnya, kotoran belalang bersama belalangnya, kotoran ikan kecil bersama ikannya dan juga dima'funya kotoran ikan yang ada di air bersama ikannya selama tidak merubah sifat air dan bukan untuk sekedar hiburan. Alasan kesemuanya adalah kesulitan menghindarkan barang suci dari najis.

Terkait dima'funya kotoran ikan, Jumhur Syafiiyyah memandang dima'funya bisa dalam hal dikonsumsi (al-'afwau binnisbah lil akli) sehingga tidak diwajibkan mencuci mulut dan tangan (al-'afwu bin nisbah lissholah) dan dalam hal air sehingga tidak memutanajjiskan air (al-'afwau bin nisbah lil ma'). Sehingga meski dalam air kurang dua kulah terdapat kotoran ikan, status air tetap suci selama air tidak berubah dan tujuan pemeliharaan ikan bukan sebagai hiburan, karena keringanan (rukhsoh dalam hukum) tentu tidak boleh diletakkan dalam persoalan yang tidak penting/tidak berarti ('abatsan).

REFERENSI:
1. Fatawa Al Fiqhiyyah al Kubra 1/167
2. Hasyiah Al Jamal 1/46

3. Kinco adalah Masakan yang berbahan pokok usus ikan yang terkadang kotoran didalamnya tidak buang. Hukumnya tidak boleh karena kotoran ikan yang ada pada kinco hukumnya najis. Kecuali dengan mengikuti pendapat yang menganggap suci.

Uraian Jawaban :
Mayoritas ulama berpendapat kotoran ikan dihukumi najis, sehingga tidak halal memakan ikan yang belum dibersihkan dari kotorannya, kecuali ikan yang berukuran kecil. Hal ini dikecualikan karena membersihkan ikan kecil dari kotorannya termasuk masyaqqoh (kesulitan). Karena itu, memakan kinco/jeroan ikan yang masih berisi kotoran yang diambil dari ikan berukuran besar jelas-jelas tidak ada masyaqqoh sehingga jumhur tetap menghukumi haram dikonsumsi.

Tetapi bagi masyarakat yang telah terbiasa mengkonsumsinya, boleh saja mengikuti pendapat lemah yang mengatakan kotoran ikan suci (seperti yang diceritakan ulama khurosan) atau pendapat ghorib yang mengatakan kotoran binatang yang halal dimakan bukanlah najis (diceritakan dalam Al-Bayan).

REFERENSI:
1. Al Fatawa Fiqhiyyah 4/261
2. Mughni Muhtaj 6/99
3. I’anah Thalibin 2/403
4. Ghayat Talkhis Murad 254

DOWNLOAD REFERENSI: https://drive.google.com/open?id=0B_8jQOA4Rh0eUFU0MTU5a21ZT00

Semoga bermanfaat...

Sumber: portalmuslimberiman

Terima kasih telah mengunjungi Blog saya, semoga bisa membantu, dan menambah pengetahuan.